REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Kapolri (Perkap) terkait Jilbab Polisi Wanita (Polwan) seyogianya lahir dari kesadaran Kapolri sendiri.
"Jangan hanya formalitas atau sekadar merespon reaksi publik yang jatuhnya jadi pencitraan," ujar Juru Bicara Muslimah Ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia Iffah Ainur Rochmah kepada Republika Online, Jumat (12/12).
Dilanjutkan Iffah, Perkap tersebut memang harus segera disahkan mengingat Hak Asasi Manusia (HAM) dan keberagamaan seseorang sudah selayaknya dipenuhi. "Karena itu memang haknya Muslimah," lanjut Iffah.
Bahkan Iffah menyarankan, sebagai langkah awal, hal tersebut tidak boleh hanya berhenti pada aturan berjilbab saja, melainkan penerapan syariah Islam di tubuh Polri secara komprehensif.
"Tidak hanya mengakomodir Polwan yang ingin berjilbab, Polri juga bisa menerapkan syariat Islam secara sempurna atau kaffah baik di bidang ekonomi, perpolitikan Polri dan lain-lain," saran Iffah.
Karena menurut Iffah, persoalan seragam Jilbab tersebut tidak sesederhana seperti seseorang meminta anggaran untuk membeli jilbab.
"Bahwa artinya Polwan masing-masing dapat 25000 untuk jilbab, tidak sesederhana demikian, semestinya ini juga menjadi upaya dukungan dan menerapkan aturan benar dari Islam di tubuh Polri," kata dia.
Selain itu Iffah juga kembali memberi saran, tidak hanya Polwan yang ingin berjilbab, sebanyak 12 ribu Polwan Muslimah di Indonesia kata dia, bisa juga diimbau untuk mengenak jilbab tanpa mengurangi HAM mereka tentunya.
"Jadi regulasi lainnya di tubuh Polri juga bisa disesuaikan dengan syariat atau yang sejalan dengan Islam, jangan sampai seperti kasus tes keperawanan yang dalam agama tidak patut, kembali terulang," katanya.
Kendati Iffah juga mengakui, mungkin cukup sulit menerapkan syariat Islam secara komprehensif dikarenakan Indonesia bukan negara Islam, namun kembali ditambahkan dia, tidak ada salahnya dicoba. "Karena Islam mengandung rahmat bagi semesta dan seisinya," jelas dia.