REPUBLIKA.CO.ID,BUKITTINGGI--Lembaga riset Mandiri Institute memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2015 akan mencapai sebesar 5,3 persen dengan pendorong utama sektor investasi.
"Ke depan investasi diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi," kata Kepala Mandiri Institute Moekti P Soejachmoem di Bukittinggi, Sumatera Barat, Jumat.
Menurut dia, berdasar simulasi yang dilakukan, peningkatan investasi pengaruhnya lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi jika dibanding dengan peningkatan belanja pemerintah.
Ia menyebutkan sejumlah tantangan baik global maupun domestik akan muncul pada 2015. Dari sisi global, walau ekonomi AS mulai menggeliat, namun ekonomi Tiongkok, Jepang diperkirakan masih lesu.
"Kondisi lesu ini berpengaruh kurang menguntungkan bagi Indonesia karena harga komoditas yang rendah padahal sekitar 60 persen ekspor Indonesia berupa komoditas," katanya.
Sementara tantangan dari dalam negeri antara lain masih adanya dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kurs rupiah yang melemah dan kondisi politik terutama di DPR yang masih terbelah.
"Pemerintah perlu kerja sama dengan DPR dalam pembahasan RAPBN Perubahan 2015, akan sulit jika DPR masih terbelah, namun kami optimistis DPR tidak akan menjegalnya karena perubahan APBN terutama pengurangan subsidi sebesar 50 persen untuk pembangunan infrastruktur dan setengah lainnya untuk program kesejahteraan rakyat," katanya.
Sementara untuk inflasi 2015, Moekti memperkirakan akan mencapai 5,1 persen. Dampak kenaikan harga BBM pada November 2014 hanya akan terasa tiga bulan pertama, setelah itu akan normal kembali.
Untuk kurs rupiah dan BI rate, Moekti memperkirakan masing-masing rata-rata Rp11.950 per dolar AS dan 7,8 persen.
Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi 2014, ia memperkirakan akan mencapai 5,1 persen. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi pada triwulan I mencapai 5,21 persen, triwulan II 5,12 persen dan triwulan III 2014 sebesar 5,01 persen.
Mengenai dampak kebijakan penghentian stimulus AS yang ditandai dengan kenaikan suku bunga the Fed, Moekti mengatakan tidak perlu dikhawatirkan.
"Selisih suku bunga kita dengan bunga AS masih besar mencapai sekitar 6,36 basis poin sehingga masih menarik bagi investor asing," katanya.