REPUBLIKA.CO.ID, NANJING-- Presiden Cina, Xi Jinping mengatakan Cina dan Jepang harus belajar dari sejarah, untuk menjalin hubungan lebih baik serta menciptakan perdamaian yang lebih abadi, tidak saja bagi kedua negara tetapi juga dunia.
"Sejarah tidak dapat diubah dan dipungkiri, kecuali kita berkaca padanya untuk masa depan yang lebih baik," katanya, saat memimpin upacara memperingati Pembantaian Nanjing oleh Jepang di Nanjing, Sabtu.
Cina mulai tahun ini memperingati secara nasional invansi dan pembantaian Jepang di Nanjing, pada 13 Desember 1937, yang menewaskan 300.000 orang. Peringatan yang dipimpin langsung Presiden Xi Jinping itu dilaksanakan di Museum Pembantaian Jepang Nanjing, Tiongkok, Sabtu pagi, dihadiri seluruh petinggi Partai Komunis Cina, dan para keluarga serta korban selamat pembantaian.
"Setiap orang yang mencintai perdamaian, keadilan dan nilai-nilai kemanusiaantentu tidak ingin, peristiwa pembantaian itu dilupakan begitu saja, tanpa arti mendalam bagi perdamaian dan kemanusiaan di masa depan," ungkap Presiden Xi.
Cina dan Jepang harus berkaca pada sejarah tersebut, untuk bersama-sama membangun hubungan yang lebih baik antara kedua negara, menciptakan perdamaian bagi masyarakat kedua bangsa dan dunia.
Presiden Xi mengatakan, kekuatan militer bukan jalan terbaik untuk menciptakan perdamaian. Kita harus mengedepankan perdamaian, bukan perang, kerja sama bukan konfrontasi. Ia mengatakan Cina kni telah menjadi negara besar, dengan kemampuan yang memadai untuk melindungi bangsa, negara dan masyarakatnya secara damai.
Upacara memperingati invansi dan pembantaian Jepang terhadap 300.000 orang di Nanjing, itu ditandai dengan peletakkan karangan bunga dan penaikkan bendera setengah tiang di Museum Pembantaian Jepang, Nanjing.
Museum yang disebut dengan Jiangdongmen itu didirikan pada 1985, yang semula adalah lokasi pembantaian dan penguburan massal dari tragedi itu. Seluruh kejadian digambarkan secara rapi dan apik dalam bentuk diorama, naskah, video dan foto.