Senin 15 Dec 2014 04:19 WIB

Harapan Segera Dilegalisasi Jadi Bukti Intervensi Pemerintah

  Seorang pekerja memasang bendera dan spanduk Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar di pagar pembatas Tol Bali Mandara saat persiapan kegiatan tersebut di Nusa Dua, Bali, Jumat (28/11).  (Antara/Nyoman Budhiana)
Seorang pekerja memasang bendera dan spanduk Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar di pagar pembatas Tol Bali Mandara saat persiapan kegiatan tersebut di Nusa Dua, Bali, Jumat (28/11). (Antara/Nyoman Budhiana)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -  Pengamat politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Acry Deodatus menilai harapan politisi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa agar pemerintah segera memutuskan legalitas kepengurusan partai Golkar bukti bahwa pemerintah intervensi konflik internal Golkar.

"Mestinya kader-kader Golkar berharap ada senioritas Golkar turun dan melakukan rujuk dan islah bagi tokoh partai berlambang beringin yang saat ini terdapat dua versi, yakni hasil Munas Bali dan Jakarta sehingga lebih elegan, ketimbang meminta pemerintah," katanya di Kupang, Ahad (14/12).

Apabila internal telah terjadi rujuk dan silah, barulah pemerintah memberikan Legal-konstitusional atau pengakuan dan pengesahan terhadap Partai Golkar, bukan sebaliknya, karena apapun sikap dan keputusan pemerintah pasti akan digugat salah satu pihak dan dengan demikian menimbulkan konflik berkepanjangan.

"Bahwa saat ini konflik internal Partai Golkar berada di tangan pemerintah dalam (Kemenkumham) sebagaimana menjadi kewajiban pemerintah untuk menilai, mengkaji, menguji dan memutuskan (yang sah) antara Munas di Bali dan Munas di Jakarta, adalah hal yang tak terbantahkan," katanya.

Karena memang pemerintah memiliki instrumen penguji yakni Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik dan AD/ART Partai Golkar. Namun perlu diketahui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk tim khusus untuk mempelajari berkas-berkas Partai Golkar merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap masalah internal Parpol.

"Ini sepertinya gaya pemerintahan orde baru yang cenderung otoriter mengendalikan partai poltik kembali dihidupkan lagi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang dimotori PDI Perjuangan yang terkenal anti Orba saat itu," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement