REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) disarankan menunda kebijakan menaikkan tarif elpiji 12 kg pada Januari 2015 yang direncanakan sebesar Rp 1.500 per kg.
Ekonom UI Muslimin Anwar berpendapat, penundaan kenaikan tarif elpiji 12 kg dikarenakan sejumlah alasan. Pertama, kenaikan BBM bersubsidi baru saja dilakukan pada 18 November 2014. ''Yang dampaknya akan mencapai puncaknya pada Desember 2014 dan masih akan dirasakan sampai dengan Februari 2015 sebelum kembali ke pola normalnya,'' kata dia kepada ROL, Senin (15/12) siang.
Kedua, lanjut Muslimin, persetujuan kenaikan harga LPG per Januari 2015 dilakukan dalam masa Pemerintahan SBY berdasarkan hasil rapat konsultasi Pertamina dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada September 2014. Dalam rapat tersebut tidak memasukkan agenda kenaikan harga BBM bersubsidi pada November 2014.
Meskipun sesuai dengan Permen ESDM No 26 Tahun 2009 harga LPG Non PSO tidak perlu minta izin pemerintah. Namun, karena pemerintahan sudah berganti maka dimungkinkan untuk memandang dari sudut pemikiran yang berbeda.
Ketiga, Pemerintah perlu menyosialisasikan terlebih dahulu rencana kenaikan LPG 12 kg secara baik agar masyarakat paham. Apalagi di tengah banyaknya pertanyaan bahwa harga minyak dunia yang terus turun seharusnya berpengaruh terhadap penurunan harga gas.
Pemerintah harus dapat meyakinkan masyarakat, meski harga LPG dunia sudah turun, namun, harga eceran elpiji yang dijual Pertamina saat ini masih belum ekonomis. Namun, faktor psikologis masyarakat yang masih menanggung beban dampak kenaikan harga BBM bulan lalu harus menjadi prioritas.
Keempat, kata dia, Pemerintah harus menyiapkan langkah lanjutan untuk menghindari migrasi pengguna LPG 12 kg ke LPG 3 kg. Dimana dapat memicu kelangkaan LPG 3 kg dan melambungkan harga gas LPG tersebut sehingga menyulitkan masyarakat yang membutuhkannya.
Terkait dengan itu maka apabila terjadi pengalihan penggunaan ke LPG 3 kg harus dilakukan pengawasan untuk menghindari potensi penimbunan dan permainan harga di tingkat distributor.