REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai masih ada kekurangan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Meski begitu, sebagai penyelenggara pemilu KPU siap menyelenggarakan pilkada sesuai dengan aturan yang ada.
"Memang ada beberapa catatan dalam perppu. Tapi bagaimanapun juga kami sebagai penyelenggara harus mengikuti perppu," kata Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di kantor KPU, Jakarta, Senin (15/12).
Beberapa catatan tersebut menurut Ferry antara lain, tentang pelaksanaan uji publik. Tahapan tersebut otomatis memperpanjang tahapan pilkada. Biasanya tahapan pilkada berlangsung paling lama delapan bulan. Namun dengan tambahan uji publik bertambah menjadi 10 bulan hingga satu tahun.
Dalam perppu, lanjut Ferry, waktu yang digunakan merupakan hari kerja. Sedangkan pada pilkada sebelumnya KPU menggunakan hitungan hari kalender.Tahapan yang semakin panjang menurutnya tentu akan berimbas pada penyesuaian anggaran pilkada.
Catatan lainnya, tentang sengketa pilkada. Jika selama ini perselisihan hasil pilkada diselesaikan di Mahkamah Konstitusi, perppu mengalihkannya ke Mahkamah Agung. Peralihan itu menurut Ferry tentu harus dijelaskan lebih lanjut menyangkut tata cara penyelesaian sengketa dan peradilan di MA.
Selain itu, aturan tentang kampanye di dalam perppu dinilai Ferry juga masih lemah. Pelanggaran kampanye masih terbatas pada hal yang bersifat kumulatif.Yakni menyebutkan visi, misi dan program peserta pemilu di luar ketentuan kampanye. "Harusnya kan lebih progresif, jika memenuhi satu unsur saja bisa disebut pelanggaran," ujarnya.