REPUBLIKA.CO.ID, SERANG -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengimbau Perusahaan Penyelenggra Ibadah Umrah (PPIU) agar lebih teliti dalam menentukan pilihan maskapai penerbangan. Ini dimaksudkan agar menghindari maskapai yang bermasalah.
“Mestinya penyelenggara umrah bisa benar-benar memastikan bahwa penerbangan yang disewa telah mendapat izin mendarat di Jeddah atau Madinah,” ujar Menag kepada ROL, Selasa (16/12).
Dia menduga maskapai yang digunakan PPIU memiliki masalah perizinan penerbangan ke Jeddah dan Madinah. Sehingga jamaah umrah menjadi korban ketidakjelasan hingga berhari-hari.
Terlebih Business Air yang digunakan oleh Sanabil bukanlah pesawat regular. “Sebab pesawat yg digunakan bukan reguler-flight tetapi pesawat carteran,” ujarnya.
Menag berjanji akan menelusuri kasus tersebut. "Saya telah instruksikan jajaran Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag untuk melakukan investigasi mendalam atas kasus tersebut," kata Menag.
Dia juga mengatakan, kelalaian penyelenggaraan ibadah umrah yang berakibat pada terlantarnya jamaah bisa berujung pada pemberian sanksi hingga pencabutan izin kerja. “Ya, itu (pencabutan izin) dimungkinkan,” pungkas dia.
Sebanyak 240 jamaah umroh yang diberangkatkan menggunakan maskapai Thailand, Business Air. Setibanya di Bangkok untuk transit sebelum meneruskan perjalanan, maskapai tersebut ternyata bermasalah dengan pihak penerbangan setempat sehingga tidak dapat melanjutkan penerbangan.
Sehingga jamaah haji harus menunggu tanpa kejelasan keberangkatan hingga berhari-hari. Ratusan jamaah haji tersebut terdaftar kepada tiga Perusahaan Penyelenggaraan Ibadah Umroh (PPIU) yakni 110 jamaah terdaftar ke PPIU Sanabil Bandung, 85 jamaah terdaftar ke Mustaqbal Cirebon dan 45 jamaah terdaftar ke Babur Rahman Condet-Jakarta.
Sent from Windows Mail