REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bendahara Umum Partai Golkar hasil Munas Bali Bambang Soesatyo mengatakan akan menggugat keputusan Kementerian Hukum dan HAM terkait dualisme kepemimpinan di internal Golkar ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Kami tentu akan gugat sikap ambivalen Menkumham yang membahayakan pemerintahan Jokowi-JK itu," kata Bambang, Selasa (16/12).
Dia mengatakan Golkar hasil Munas IX Bali sudah mempersiapkan materi gugatannya tersebut untuk diajukan ke PTUN Jakarta.
Bambang yang juga Sekretaris Fraksi Golkar di DPR mempertanyakan sikap Menkumham yang berbanding terbalik saat menyikapi konflik PPP, tanpa perintah islah Menkumham langsung dalam hitungan jam langsung keluarkan SK untuk PPP hasil Muktamar di Surabaya pimpinan Romahurmuziy.
Namun, menurut dia, keputusaan Menkumham yang mengembalikan konflik ke mahkamah internal Partai Golkar, jelas melawan Undang-Undang.
"Apalagi dengan dalil hukum yang sangat lemah dan kami sangat menyesalkannya," ujarnya.
Bambang menjelaskan awalnya kepengurusan Golkar hasil Munas Bali berharap Kemenkumham jernih dalam memahami duduk persoalan yang sebenarnya.
Dia menegaskan dengan kejernihan dan mengambil posisi independen, Kemenkumham seharusnya tidak merespons dokumen yang diserahkan pengurus Golkar versi Munas Jakarta.
"Selain itu Kemenkumham tidak merespons apalagi menerima serta mempertimbangkan, semua dan apa pun bentuk dokumen yang diserahkan sekelompok orang yang mengklaim posisinya sebagai pengurus Partai Golkar hasil Munas Ancol karena bertentangan dengan AD/ART partai," katanya.
Dia menilai keputusan Kemenkumham terkait dualisme kepemimpinan di Golkar bertentangan dengan waktu yang diberikan UU Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik yaitu 7 hari dengan seolah-olah bertindak bijaksana mengembalikan kepada internal partai golkar agar mencari jalan mufakat.
Menurut dia, Golkar menilai Menkumham bermain api karena sama artinya pemerintah melibatkan wewenang dan pengaruhnya dalam kisruh partai politik.
"Padahal wajib hukumnya bagi pemerintah untuk menjaga jarak dengan Parpol yang sedang diselimuti masalah internal," katanya.
Menurut dia, Kemenkumham seharusnya menetapkan hasil munas Golkar Bali sebagai Munas yg mengikuti aturan organisasi dan UU No.2 tahun 2008 yang disempurnakan dengan UU No.2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Kementerian Hukum dan HAM menyimpulkan untuk mengembalikan penyelesaian dualisme kepemimpinan Partai Golkar ke internal partai tersebut.
"Setelah kami pertimbangkan, dari semua aspek, yuridis, fakta, dan dokumen, kami menyimpulkan bahwa masih ada perselisihan yang seharusnya Kementerian Hukum dan HAM tidak boleh intervensi keputusan itu," kata Yasonna Laoly, di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Selasa (16/12).