REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengatakan puluhan ribu orang meninggal di Sudan Selatan dalam perang selama satu tahun, Selasa (16/12).
Ban mendesak para pemimpin Sudan Selatan menyetujui pengaturan pembagian kekuasaan inklusif yang akan mengatasi akar penyebab konflik dan menjamin akuntabilitas atas kejahatan yang dilakukan di medan perang.
Tidak ada jumlah resmi korban tewas dalam konflik itu.
Dewan Keamanan PBB menyalahkan bencana politik, keamanan dan kemanusiaan itu terjadi akibat perseteruan para pemimpinnya. Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra'ad Al Hussein mengatakan warga sipil menghadapi situasi emmatikan dan menjadi korban pembunuhan dan penjarahan.
"Rakyat Sudan Selatan kini menjadi orang yang mudah marah dengan emosi tinggi, senjata yang melimpah dan kedua pihak masing-masing merekrut gerilyawan, kadangtermasuk anak-anak," ujar Hussein, dikutip dari Al Jazeera.
Perang meletus di Sudan Selatan satu tahun lalu. Presiden Salva Kiir menuduh wakilnya Riek Machar mencoba melakukan kudeta. Lebih dari 1,9 juta warga terpaksa mengungsi karena perang. Perang terjadi antara kelompok Kiir yang beretnis Dinka dengan kelompok yang mendukung Machar yang beretnis Nuer.
Kedua kelompok telah menandatangani sejumlah perjanjian damai yang diperantarai oleh negara tetangga. Namun, belum ada yang berhasil.