REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Pembatasan plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) maksimal Rp 25 juta per debitur mesti dilanjutkan dengan perluasan target sasaran pelaku kredit. Khususnya kalangan pengusaha pemula seperti mereka yang ingin membuka warung makan atau bisnis jasa menjahit.
Sebab selama ini, KUR kebanyakan digunakan oleh kalangan buruh seperti petani atau nelayan. “Karenanya, pelaku usaha kecil harus lebih fokus terhadap kegiatan usahanya kalau mau perbankan menurunkan permodalannya,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Harry Warganegara Harun kepada ROL, Selasa (16/12).
Terbatasnya plafon, lanjut dia, berdampak ada lebih ketatnya proses pencairan KUR. Sebab bank tidak mau mendiversifikasi resiko.
Karenanya, pengusaha pemula mesti meningkatkan kompetensi dengan memenuhi sejumlah persyaratan agar pencairan KUR lancar. Ia juga merasa penting agar pemerintah membuat reguasi dalam hal permodalan untuk pengusaha pemula yang mengacu pada prinsip KUR.
Dijelaskannya, pembatasan plafon disebabkan bank yang harus berhemat di situasi 2015 yang akan menghadapi likuiditas tetap. Jika di tahun sebelumnya bank bisa tumbuh di atas 20 persen, maka situasi sekarang ini memaksa mereka berada di posisi belasan persen, paling banyak di 12 persen.
“Kalau sekarang perekonomian itu didukung perekonomian global, sekarang terbalik, ekonomi global sedang tidak baik, makanya berbalik ke kita,” tuturnya.
Yang perlu dibantu juga yang dilihat prospek ke depannya, yang bisa dijadikan pemasok dan substitusi inpor. Penurunan itu kan sebenarnya karena pemerintah tidak punya uang, makanya sekarang kompetitif saja, kalau kualitas baik dan dia bisa jadi pemasok besar itu bisa, jadi jangan sama rata.