REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jendral (Sekjen) DPP Partai Golkar versi Musyawarah Nasional (Munas) Jakarta, Zainudin Amali menolak jika putusan Kementerian Hukum dan HAM diartikan sebagai status quo, atau kepengurusan kembali ke hasil Munas Riau.
"Ga dong. Di suratnya jelas tidak ada mengatakan seperti itu. Yg kita lihat kan yg tertulis. Itu penafsiran saja. Kan di sini munas dua-duanya diakui tapi belum bisa disahkan karena ada perselisihan. Kira kira gitu," kata Zainudin di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (16/12).
Keputusan Kemenkumham, kata dia, tak berarti pemerintah masih mengakui kepengurusan yang lama versi munas Riau, yaitu kepengurusan dengan Ketua Umum Aburizal Bakrie dan Sekjen Idrus Marham. Di surat Kemenkumham tidak tertulis keputusan seperti itu.
Zainudin mengharapkan kisruh partainya bisa diselesaikan lewat pembicaraan di internal, tanpa harus melanjutkan lewat jalur pengadilan negeri. "Kami prinsipnya pengadilan adalah cara terakhir setelah kita tidak ketemu perundingan internal. Sebisa mungkin dihindari," ujarnya
Ia meyakini kerasnya perbedaan pendapat kedua kubu tentu akan menemukan titik kompromi. Karena, kata dia, itu sesuatu yang biasa dalam politik. "Kan kerasnya hari ini, besok bisa beda. Ini politik, bisa dinamis. Dia pasti ada kompromi, tawar menawar. Kita lihat lah," ungkapnya.
Ia menuturkan, pada intinya sebelum berunding dua kubu harus sudah menyamakan persepsi. Baru kemudian membicarakan prinsip-prinsip yang akan disepakati.
Disinggung apakah akan ada pembagian kepengurusan yang menjadi kesepakatan, menurutnya itu akan dibicarakan setelah solusi perdamaian bisa ditemukan. "Oh, itu bisa saja pada bagian berikutnya," kata Zainudin.