REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Kondisi industri manufaktur saat ini menghadapi tantangan berat jelang Masyarakat Ekonomi Asean pada 2015 mendatang. Tantangan tersebut di antaranya terjadi perlambatan kinerja industri manufaktur.
Dimana disebabkan belum adanya perbaikan pada rantai pasok industri secara terintegrasi mencakup bahan baku,energi, infrastruktur, sumber daya manusia dan kelembagaan. “Dampaknya, daya saing produk industri Indonesia hanya 13 persen kekuatannya, sementara 34 persen sedang, sisanya 12 persen berdaya saing lemah dan 41 persen sangat lemah,” kata Peneliti CORE Indonesia sekaligus Guru besar Universitas Padjajaran Ina Primiana Syinar pada Selasa (16/12).
Selain itu, kata dia, industri manufaktur belum menampakkan produk yang menjadi keunggulan dan kekuatan industri Nasional. Ketimpangan Investasi yang tinggi dan kontribusi industri antara Jawa dan luar Jawa juga mendukung keterpurukan tersebut.
Dari sisi penyerapan tenaga kerja, Ina menjalaskan bahwa penyerapannya di sektor Industri hanya 13,43 persen. Untuk industri kecil dan mikro penyerapannya sebesar 70 persen sementara industri besar hanya menyerap 25 persen.
Maka dari itu, di bawah pemerintahan yang baru, perlu dilakukan perbaikan kinerja industri manufaktur nasional. Caranya dengan menghilangkan berbagai hambatan yang dihadapi dunia usaha dan menciptakan ekonomi biaya tinggi. Rinciannya, kata dia, pemerintah mesti menata kembali kebijakan-kebijakan yang lebih probisnis.
“Peningkatan daya saing dengan memperbaiki infrastruktur kelembagaan seperti pajak, perijinan, perbankan juga mesti ditempuh,” paparnya. Peningkatan juga harus diimbangi dengan perbaikan aspek infrastruktur fisik seperti pelabuhan, jalan kereta api, jalan darat, sumber bahan baku dan sumber daya industri.
Maka ia mendorong agar pemerintah segera mengesahkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) dilanjutkan dengan sosialisasi ke kementerian dan lembaga lain dan daerah. Selain Supply Chain Industri Hulu-hilir yang melibatkan seluruh stakeholder dibawah Menko Ekonomi dan Menko Maritim atau Wapres juga perlu digalakan.
“Pemerintah juga mesti berfokus pada pemenuhan pasar dalam negeri sebelum melakukan Ekspor,” tuturnya.