REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Daerah berlereng terjal seperti di Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah sebaiknya memperkuat sistem pengalihan air atau drainase untuk memiminimalkan longsor, kata pakar hidrologi Universitas Gadjah Mada Sriastuti Sujoko.
"Guna mencegah longsor lanjutan di daerah-daerah berlereng terjal, justru sistem pengalihan air (SPA) atau drainase yang perlu diperkuat," kata Sriastuti di Yogyakarta, Selasa Malam.
Ia menilai fenomena longsor sering diakibatkan tidak adanya sistem drainase yang baik. Tanpa drainase, kata dia, air yang terus menerus masuk dalam tanah akan menambah beban pada lereng sehingga memicu longsor.
"Jadi jika air terus menerus meresap hingga melewati lapisan impermeable (kedap air) air akan turun dan membentuk bidang gelincir," kata dia.
Ia menilai banyak pemanfaatan lahan di lereng pegunungan seperti pembukaan lahan untuk sawah dengan pola teras bangku tanpa menyediakan drainase. Padahal hal itu justeru dapat menjadi salah satu pemicu longsor.
"Sawah dengan pola teras bangku hanya menjadi pemicu longsor jika tidak dilengkapi dengan drainase yang baik," kata dia.
Karena itu, ia menyarankan bagi masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan yang terjal atau terindikasi rawan longsor sebaiknya segera mengungsi ketika curah hujan telah mencapai 75 milimeter per tiga jam.
Sementara itu, upaya rekayasa penanaman pohon, menurut dia, tidak secara signifikan berpengaruh untuk mencegah longsor. Pola tanam serta pemilihan jenis pohon yang tidak tepat, kata dia, juga justeru dapat menjadi beban tanah.
Meski demikian, kata dia, penanaman pohon tetap diperlukan untuk menjaga keseimbangan penyerapan air di lereng, serta untuk mencegah erosi tanah. Namun demikian, jenis pohon yang ditanam harus memiliki kriteria tidak berdaun lebat, memiliki akar tunggang yang menjulang kuat di tanah, serta tidak memiliki batang terlalu besar.
"Pohon tersebut juga sebaiknya dipilih yang bernilai ekonomi sehingga dapat dipanen terus menerus untuk mereduksi beban pada tanah," kata dia.