Rabu 17 Dec 2014 05:39 WIB

Israel: Kami tidak Mau Diatur Palestina

Rep: c84/ Red: Agung Sasongko
Israel's Prime Minister Benjamin Netanyahu attends the weekly cabinet meeting in Jerusalem October 26, 2014.
Foto: Reuters/Abir Sultan/Pool
Israel's Prime Minister Benjamin Netanyahu attends the weekly cabinet meeting in Jerusalem October 26, 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Menteri Luar Negeri Israel Avigdor Liberman mendesak negaranya lebih proaktif dalam memerangi tekanan internasional dengan menjalin kerjasama yang lebih moderat dengan dunia Arab. Liberman mengkritik tekanan Dewan Keamanan PBB pada Israel terkait tuntutan Palestina yang meminta Israel menarik diri dari Yudea dan Samaria dalam waktu dua tahun mendatang.

"Bahkan Parlemen Eropa akan memilih besok untuk mengakui negara Palestina di Luxembourg pada Rabu (17/12) besok," kata Liberman, seperti dilansir Israel National News, Selasa (16/12).

"Selain itu, pengadilan Luksemburg juga akan mengajukan petisi untuk menghapus Hamas dari daftar hitam Uni Eropa terkait  organisasi teroris," sambungnya.

Menurutnya hal tersebut merupakan serangan politik bagi Israel dan ia meminta para pemimpin di Israel menghadapinya dengan cerdas. Ia menegaskan bahwa negaranya tidak akan pernah setuju bahwa Israel telah didikte oleh Palestina.

"Setiap upaya oleh warga Palestina, dibantu oleh badan-badan internasional, untuk memaksakan pada kami solusi yang diinginkan, hanya akan memperburuk situasi di wilayah tersebut," lanjut Liberman.

Ia juga mengecam tindakan negara-negara di Eropa yang bekerjasama dengan Palestina. Ia melanjutkan, dukungan yang diberikan negara-negara Eropa terhadap Palestina hanya akan memanaskan situasi. Liberman tidak hanya meminta Uni Eropa untuk menghentikan desakan Palestina, namun ia meminta negaranya segera membuat solusi terkait permasalahan ini.

"Kita juga harus bertindak," katanya.

"Kita tidak bisa berdiam diri hanya mengatakan bahwa kami menentang hal ini.""Kurangnya inisiatif Israel, memperburuk posisi kami di mata internasional, akan merusak hubungan kita dengan teman-teman kita di Barat dan tidak akan memungkinkan kita untuk berdiri untuk hal-hal yang penting bagi kami," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement