Kamis 18 Dec 2014 16:25 WIB

HRW: Pemberlakukan Kembali Hukuman Mati Tindakan Keliru

Rep: Gita Amanda/ Red: Julkifli Marbun
HRW
Foto: [ist]
HRW

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kelompok Pengawas Hak Asasi Manusia (HRW) mengatakan, pemerintah Pakistan harus mengembalikan moratorium hukuman mati sebagai langkah menuju penghapusan hukuman tersebut. Kelompok tersebut mengatakan, pemberlakukan kembali hukuman mati di Pakistan merupakan tindakan keliru dan nekat.

Dikutip dari situs resmi Human Right Watch, Wakil Direktur HRW Asia Phelim Kine menyayangkan pencabutan moratorium hukuman mati di Pakistan. Menurutnya kejadian di Peshawar semestinya menuntut pemerintah untuk serius mengatasi ancaman keamanan oleh kelompok-kelompok militan.

"Bukan mengeluarkan reaksi spontan yang akan menghasilkan lebih banyak kematian sia-sia," kata Kine.

Sebuah laporan bersama yang dikeluarkan awal Desember lalu oleh organisasi HAM Justice Project dan Penangguhan Hukuman Mati Pakistan menyimpulkan, tingginya jumlah orang yang dijatuhi hukuman mati mencerminkan reaksi berlebihan dari undang-undang anti-terorisme oleh pasukan keamanan dan peradilan Pakistan. Laporan mengatakan bukannya menyajikan kasus teror, undang-undang justru sering digunakan untuk mengadili kasus pidana biasa.

HRW mengatakan, menentang hukuman mati dalam segala situasi karena kekejaman yang terkandung di dalamnya. Penggunaan hukuman mati di Pakistan menurut mereka bertentangan dengan hukum HAM internasional.

Pakistan menurut HRW, harus bergabung dengan banyak negara yang berkomitmen pada Majelis Umum PBB terkait resolusi yang menyerukan penghapusan hukuman mati. "Hukuman mati merupakan hukuman yang pada dasarnya kejam dan tak dapat dibatalkan," kata Kine.

Menurutnya pemerintah Pakistan dapat mengambil sikap simbolis kuat terhadap pembunuhan massal di Peshawar dengan menegaskan kembali penentangannya terhadap pembunuhan dan segera mengembalikan moratorium hukuman mati.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement