REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Annas Maamun sebagai tersangka dalam kasus pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau tahun 2014, Jumat (19/12). Gubernur Riau nonaktif itu diduga menerima suap dari pengusaha kelapa sawit Gulat Medali Emas Manurung.
Annas selesai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK pukul 18.05 WIB. Saat keluar gedung KPK, politikus Golkar itu mengaku pernah bertemu Zulkifli Hasan. Dia mengatakan, saat itu ia diundang Zulkifli. Pertemuan itu hanya berlangsung selama tujuh menit di rumah pribadi mantan Menteri Kehutanan itu.
Dia mengaku, kedatangannya untuk mengajukan permohonan terkait revisi alih fungsi hutan. "Saya masuk berikan permohonan, dia bilang nanti saya pelajari," katanya saat keluar gedung KPK, Jumat (19/12).
Sebelumnya, nama Ketua MPR RI itu juga disebut dalam sidang perdana kasus dugaan suap pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau dengan terdakwa Gulat Medali Emas Manurung. Zulkifli disebut menyetujui alih fungsi sebagian kawasan hutan yang diajukan Gubernur Riau nonaktif Annas Maamun.
KPK menetapkan Annas dan Gulat sebagai tersangka setelah mereka berhasil diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kompleks Grand Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (25/9). Annas disangka menerima suap senilai Rp 2 miliar dari Gulat berkaitan dengan proses alih fungsi hutan.
Gulat memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 140 hektare yang lahannya masuk kategori hutan tanaman industri (HTI). Suap itu diberikan sebagai jalan untuk mempermulus perubahan status menjadi lahan areal penggunaan lain (APL).
Barang bukti yang berhasil disita dalam OTT meliputi 156.000 dollar Singapura dan Rp 500 juta. Selain dugaan suap alih fungsi lahan, duit tersebut juga diduga merupakan bagian dari ijon proyek-proyek lainnya di Provinsi Riau.
Sebagai pihak penerima suap, Annas disangka melanggar Pasal 12 a atau Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementar Gulat sebagai pihak pemberi dijerat pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.