REPUBLIKA.CO.ID, TULKARM -- Israel menutup penyeberangan perbatasan di Al-Taybi, sebelah barat Tulkarem, bagi ribuan pekerja Palestina, pada Ahad (21/12). Meski para pekerja memiliki izin kerja, namun mereka tetap tidak diizinkan melintas.
Dikutip dai WAFA, para pekerja mengaku terkejut mengetahui bahwa perbatasan ditutup dan mereka tidak diizinkan masuk. Sebab Tidak ada alasan yang diberikan kepada mereka untuk menjelaskan mengapa mereka ditolak masuk.
Banyak pekerja Palestina di Israel dan mengeluarkan ijin kerja yang memungkinkan mereka untuk masuk dari beberapa gerbang yang ditunjuk dan ditempatkan di perbatasan dengan Israel.
"Tepi Barat telah berada di bawah kekuasaan militer Israel selama hampir 47 tahun. Sebagai penguasa pendudukan, Israel bertanggung jawab atas kesejahteraan, martabat dan kehidupan penduduk Tepi Barat," kata B'Tselem, Pusat Informasi Israel untuk HAM di Wilayah Pendudukan
Meskipun banyak tidak setuju dengan gagasan Palestina yang bekerja di Israel, warga Palestina tidak punya pilihan selain untuk bekerja di Israel karena tingkat pengangguran meroket di Tepi Barat sekitar 25 persen, menurut data yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik Palestina.
B'Tselem menunjukkan bahwa Israel telah mengikuti beberapa langkah yang menyebabkan kerusakan ekonomi Palestina, memaksa pekerja untuk mencari penghasilan dari tempat lain, secara legal atau ilegal.
Meskipun Otoritas Palestina menguasai sejumlah wilayah di Tepi Barat yang disebut sebagai daerah A, Israel menguasai wilayah C yang merupakan rumah bagi sebagian besar air, tanah dan sumber daya alam.
Dengan demikian, Israel tidak memungkinkan untuk rakyat Palestina untuk mengembangkan setiap industri untuk meningkatkan perekonomian dan memberikan kesempatan kerja bagi mereka.
"Dalam situasi ekonomi saat ini, satu-satunya pilihan yang tersedia bagi puluhan ribu warga Palestina untuk mencari nafkah adalah pekerjaan di Israel, baik dengan izin kerja dari pemerintah Israel atau ilegal," kata B'Tselem menjelaskan.
Seorang pekerja yang tidak mengungkapkan namanya mengatakan kepada wartawan WAFA bahwa pekerja Palestina menderita tanpa henti, sambil menunggu untuk menyeberangi perbatasan untuk mencapai tempat kerja mereka.
B'Tselem melaporkan mengenai prosedur panjang yang menjelaskan, "Para pekerja dan barang-barang mereka dipindai dengan detektor logam. Kemudian, mereka pindah ke stasiun di mana personil memeriksa sidik jari dan surat-surat mereka, termasuk masuk surat izin masuk mereka."
Ketika seorang individu yang dipilih untuk pemeriksaan tambahan, kemungkinan untuk menjadi memalukan, menurut kesaksian. Para pekerja harus berada di persimpangan jam sebelum dibuka pada pukul 04.00 waktu setempat untuk menjamin bahwa mereka akan mencapai pekerjaan tepat waktu.
Staf B'Tselem menunjukkan bahwa meskipun sejumlah besar pekerja yang berjumlah 4.500 pada musim puncak, tidak semua delapan stasiun inspeksi secara teratur stafnya bisa mengakomodasi jumlah sebesar itu.
Pekerja Palestina menyeru organisasi hukum dan kemanusiaan internasional untuk meringankan penderitaan mereka dan menekan Israel dalam mencari solusi bagi mereka.