REPUBLIKA.CO.ID, DARWIN -- Seorang pencari suaka asal Iran telah mengakhiri mogok makan selama 51 hari di Darwin setelah mengetahui adanya cara baru guna mengajukan banding atas kasusnya.
Pada Ahad (22/12) malam, pencari suaka yang berada di Pusat Penahanan Wickham Point di Darwin tersebut, mengatakan dia akan makan lagi. Dia akhirnya mulai makan setelah menjalani mogok malam sejak 1 November lalu.
Pengacara dari pencari suaka berusia 33 tahun tersebut, John Lawrence mengatakan kliennya mengambil keputusan mengakhiri protest setelah bandingnya diajukan ke Pengadilan Federal akhir pekan lalu. Banding itu berkenaan dengan keputusan sebelumnya yang berisi penolakan Australia guna memberinya status pengungsi.
"Kami mengetahui minggu lalu, proses banding terbuka baginya, dan itulah yang sekarang akan dilakukannya." kata Lawrence bar-baru ini.
Lawrence baru menjadi pengacara pria tersebut selama sekitar satu minggu. "Ini merupakan banding atas keputusan sebelumnya yang berisi penolakan pemberian status pengungsi." kata Lawrence lagi.
"Kasusnya sekarang akan dipertimbangkan oleh hakim federal, besar kemungkinan dalam dua minggu mendatang."
Pengacara ini mengatakan pengajuan banding tersebut memberikan harapan kepada pencari suaka ini bahwa permintaannya akan dipenuhi. Namun Lawrence menambahkan bahwa "tidak ada jaminans sama sekali itu akan terjadi."
Pria pencari suaka ini menolak makan selama lebih dari tujuh minggu terakhir, dan pengacaranya mengatakan kondisi fisiknya dengan cepat memburuk dalam beberapa hari terakhir. Dalam instruksi tertulisnya, dia menolak untuk dibantu bila nanti kehilangan kesadaran. "Dua hari lalu, dia masuk ke ruang wawancara dengan tongkat, hari ini dia datang sudah di kursi roda." kata Lawrence.
Menurut Lawrence, pria tersebut tidak memiliki pilihan lain selain melakukan mogok makan, setelah Tribunal menolak permohonannya untuk mendapat visa. Pilihan yang dimiliknya adalah kembali ke Iran dengan sukarela atau tetap berada di tahanan selamanya.
Menurut pengacaranya, pencari suaka ini khawatir dia akan dibunuh bila kembali ke Iran dengan sukarela.