REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebelum matahari terbit, Hamaas Taqiyuddin telah bangun untuk shalat lail, menambah hafalan Al-Qur’an lalu shalat shubuh. Paginya, siswa kelas III SMP Bina Insan Mandiri Ponpes Al Ihsan Ds Gebangkereb Kec. Baron, Nganjuk, Jawa Timur, mengikuti semua kegiatan belajar dan pembinaan. Begitulah kegiatan sehari-hari bocah 14 tahun ini, Hamaas, yang berarti semangat.
Meskipun saat ini sedang dirundung masalah dalam biaya kelanjutan sekolahnya, ia tetap menjalankan akitivitas seperti biasa dan tetap bersemangat sesuai dengan arti namanya (Hamaas = semangat). Ia terancam gagal mengikuti Ujian Nasional (Unas) beberapa bulan lagi karena ketiadaan biaya sekolah.
Santri yang sering mendapat prestasi 5 besar sejak di SD ini tidak pernah menyangka kalau kondisi ini akan terjadi. Pada awalnya semua berjalan dengan normal. Tetapi semua berubah setelah ayahanda Ichu Surya Winsyah (45 tahun) sejak tahun lalu kehilangan mata pencaharian hingga sekarang bekerja serabutan dengan penghasilan minim dan tak menentu.
Kini sudah satu semester warga Jl. Sunan Giri 13R Gg. Punggawa VI No. 1 Kebomas, Gresik, Jawa Timur, menunggak biaya sekolah. Sambil terus berikhtiar mencari solusi, Hamaas tetap menjalani proses belajarnya dengan hamaas, karena dia tidak ingin cita-citanya sebagai hafidz Quran yang ahli IT gagal ditengah jalan.
Untuk membantu meringankan beban orang tua dalam membiayai sekolahnya, santri yang suka mengotak atik komputer memanfaatkan fasilitas internet di pesantren untuk berjualan secara online. Usaha ini ia jalankan secara patungan bersama dengan teman-temannya sesama santri. Alhamdulillah usaha ini dapat berjalan walau hasilnya langsung habis untuk keperluan mandi dan mencuci.
Untuk meringankan beban keluarga Hamaas, melalui program Indonesia Belajar (IB), Badan Wakaf Al-Qur’an (BWA) mengajak kaum Muslimin mendonasikan sebagian hartanya. Sehingga Hamaas dapat menyiapkan diri menghadapi Unas. Dan semoga kita semua mendapat pahala dari Allah SWT karena telah membantu sesama. Aamiin.