Selasa 23 Dec 2014 18:45 WIB

RUU PUB Mengatur Aktivitas Agama di Wilayah Publik

Rep: C03/ Red: Joko Sadewo
Warga Indonesia tengah mengumandakan adzan.
Foto: VOA
Warga Indonesia tengah mengumandakan adzan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penataan prinsip dasar aktivitas penyiaran agama yang menjadi salah satu poin dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) dinilai sebagai upaya pemerintah untuk menjaga dan mengatur aktivitas agama di wilayah sosial publik.

Menurut Guru Besar Universitas Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, Komarudin Hidayat mengatakan dalam wilayah sosial publik setiap agama berkewajiban menjaga ketentraman publik. “Jadi dengan dalih agama jangan mengganggu orang lain, karena publik itu milik bersama, menjaga ketentraman publik jangan membuat gaduh publik” tutur Komarudin Hidayat kepada Republika Online (ROL), Selasa (23/12).

Karenanya, kata Komarudin, wilayah publik diatur oleh negara dan masyarakat mempunyai kewajiban moral dalam menjaga ketentraman bersama. Menurutnya, di Indonesia aktivitas agama yang seharusnya berada di wilayah komunal seringkali masuk ke ruang publik. “Ceramah di masjid itu komunal tapi ketika pengeras suaranya keras-keras itukan masuk ruang publik, apa benar?” tuturnya.

Ia mencontohkan di negara-negara barat di mana aktivitas agama yang menjadi kegiatan komunal selama berada di area tertutup diperbolehkan. Namun saat berada di wilayah publik hal itu pun di batasi. “Adzan di sana dibatasi, karena Islam di sana peka. Di sini, karena mayoritas muslim kadang tidak peka bahwa di kanan kirinya ada non muslim,” tuturnya.

Meski demikian, kata Komarudin, penataan aktivitas penyiaran keagamaan pun tetap menghargai tradisi dan kesepakatan antar masyarakat di tempatnya masing-masing. ”Tapi ruang publik harus dijaga, misalnya hari raya masing-masing tahu, yang lain juga toleran, jadi tradisi saling menghargai itu harus tumbuh,” katanya.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَقَالَ الشَّيْطٰنُ لَمَّا قُضِيَ الْاَمْرُ اِنَّ اللّٰهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُّكُمْ فَاَخْلَفْتُكُمْۗ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِّنْ سُلْطٰنٍ اِلَّآ اَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِيْ ۚفَلَا تَلُوْمُوْنِيْ وَلُوْمُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ مَآ اَنَا۠ بِمُصْرِخِكُمْ وَمَآ اَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّۗ اِنِّيْ كَفَرْتُ بِمَآ اَشْرَكْتُمُوْنِ مِنْ قَبْلُ ۗاِنَّ الظّٰلِمِيْنَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih.

(QS. Ibrahim ayat 22)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement