REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan akibat kebijakan Menpan RB tentang larangan rapat di hotel.
Kontribusi event pemerintah di hotel berkurang 30-40 persen.
"Iya, jelas berkurang. Sebanyak 30-40 persen event pemerintah ke hotel di NTB berkurang dan hilang," ujar ketua PHRI NTB, I Gusti Lanang kepada Republika, Selasa (23/12).
Ia menuturkan akibat okupansi yang berkurang maka hotel-hotel cenderung akan melakukan efisiensi karyawan. Termasuk berpotensi hotel-hotel ada yang mengalami gulung tikar.
Namun, menurutnya hotel-hotel masih belum merasakan dampak tersebut. Pasalnya, sekarang tengah berlangsung momen akhir tahun dan liburan.
"Sekarang belum ada efisiensi karyawan dan gulung tikar," ungkapnya.
I Gusti mengatakan jika larangan tersebut berlanjut hingga bulan Januari. Maka efisiensi karyawan dan yang gulung tikar bisa terjadi. Oleh karena itu, pihaknya meminta pemerintah pusat meninjau kembali kebijakan tersebut.
"Iya, jadi ketua kita di pusat sudah bersurat ke presiden dan wakil presiden termasuk ke menpan memberikan masukan agar edaran bisa ditinjau kembali," katanya.
Pengusaha Hotel tersebut menuturkan pihaknya meminta agar edaran tersebut diperjelas dimana kebijakan tersebut jangan dipukul rata. "PNS jangan meeting di hotel itu bisa diperjelas dalam hal tertentu," katanya.
Menurutnya, seperti meeting antara kepala SKPD bisa dilakukan di kantor. Sementara, meeting yang melibatkan dengan daerah lain maka bisa memakai fasilitas hotel. "Kantor tidak lengkap serta parkir sempit dan ketiga mereka tidak punya restoran," katanya.
Gusti mengatakan saat ini hotel di NTB berjumlah mencapai sekitar 400 hotel dari hotel melati hingga berbintang. "Mereka saat ini tengah mencari pasar lain termasuk mulai pasang ancang-ancang supaya omzet tidak menurun, promosi digencarkan," katanya.