REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) DKI Jakarta Ustaz Fahmi Salim mengingatkan agar dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) jangan sampai membatasi improvisasi dakwah. Pihaknya setuju bila materi dakwah sebatas ditata, bukan untuk konteks membatasi apalagi memata-matai.
“Sebab dakwah itu harus improvisasi. Kalau RUU PUB sampai membatasai, mengawasi apalagi memata-matai hingga menangkap karena dakwahnya dianggap tidak sesuai kode etik misalnya, saya rasa ini kemunduran di dunia dakwah.” kata Ustaz Fahmi kepada ROL, Rabu (24/12).
Ia menjelaskan, materi dakwah memang penting mengandung nilai-nilai kesantunan, keberadaban, tidak agresif maupun agitatif. Oleh karena itu pihaknya menyatakan setuju sepanjang RUU PUB menata materi agar tidak bersifat provokatif.
“Agresif dan agitatif dalam arti materi dakwah memang tidak boleh berisikan hasutan apalagi untuk memerangi kelompok lain misalnya,” kata dia.
Kembali ditegaskannya, pemerintah boleh sebatas menata materi dakwah secara umum. Pemerintah, kata dia, tinggal membuat rambu-rambu serta panduannya secara general. Seperti terkait etika, panduan berdakwah yang baik. Dan penataan itu menurutnya tentu tidak hanya diperuntukkan untuk Muslim tetapi juga nonMuslim.
“Kita harapkan dalam RUU PUB nantinya sebatas panduan saja, bagaimana etika-etikanya. Tentunya panduan itu juga harus disepakati tokoh-tokoh agama terkait,” terang dia.
Sementara terkait Ormas-ormas agama yang direncanakan Kemenag akan dilibatkan untuk turut mengadili pelanggar hukum PUB itu nantinya juga dinilai Ustaz Fahmi cukup tepat. Ormas agama, tambah dia, memang harus diberdayakan.