REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva tidak datang menghadiri tes wawancara yang dihelat panitia seleksi (pansel) hakim konstitusi. Hamdan yang menjadi hakim konstitusi 2010-2015, diwajibkan ikut agar bisa terpilih untuk periode 2015-2020.
"1. Saya menjaga kewibawaan institusi hakim dan ketua MK, yang sedang saya jabat. Interview itu adalah test kemampuan dan kelayakan," katanya melalui akun Twitter, @hamdanzoelva. "2. Persoalannya, apakah hakim MK yang oleh UUD masih ditanyakan lagi kemampuan dan kelayakannya?" "Lalu bagaimana dengan putusannya yang telah dijatuhkan selama ini kalau kemampuan dan kelayakannya dipersoalkan."
MK sebelumnya keberatan dengan ditunjuknya Refly Harun dan Todung Mulya Lubis sebagai anggota pansel. "4. Menurut saya sangat elegan kalau dilihat saja rekam jejak dan kinerja selama menjadi hakim. Tinggal pilih saja apa masih layak atau tidak," ujar Hamdan.
Dia menilai, pansel cukup melihat rekam jejak hakim yang ingin mengabdi untuk peridoe kedua. "5. Dalam meihat rekam jejak, pansel meneliti berbagai putusan dan apa yang dilakukan sebagai hakim termasuk meminta masukan dari KPK dan PPATK," katanya. "6. Jauh lebih utama menjaga kehormatan daripada mengejar jabatan. Jabatan hakim MK harus dijaga kehormatan dan kewibawaannya."
Mantan politikus Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut menyatakan akan menghormati keputusan akhir. "7. Apa pun putusan presiden untuk mengajukan siapa pun, harus dihormati karena kewenangan itu ada pada presiden." "8. sedikitkan saya tidak pernah merasa paling hebat, paling luas pengetahuan dan paling layak menjadi hakim konstitusi."9. Tetapi karena sekarang sedang menjabat sebagai hakim dan ketua MK yang oleh UUD disebut negarawan, tidak pantas mengikuti fit and proper test."
Hamdan melanjutkan, "10. Kepantasan dan nilai etis adalah nilai tertinggi dalam hukum di atas prosedur formal hukum." "11. Bukan berarti juga seorang yang sedang menjabat otomatis diperpanjang masa jabatannya, lihatlah rekam jejaknya untuk memutuskan."
Dia pun menyarankan Presiden Jokowi untuk mengambil langkah bijak. "12. Jika rekam jejak tidak meyakinkan ambillah calon negarawan yang lain menjadi hakim MK. Itu sepenuhnya wewenang presiden."