REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan program pemberantasan narkoba sebagai salah satu fokus kerjanya. Sekretaris Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Romo Benny Susetyo mengatakan, dari hukuman mati bukanlah alternatif hukuman yang efektif untuk membuat takut para gembong narkoba di Indonesia.
Sebab, kata Romo Benny, mencabut nyawa sepenuhnya merupakan hak Tuhan, bukan manusia, termasuk pemerintah. Bagaimanapun, hukuman mati kerap dianggap sebagai pilihan terakhir terkait vonis untuk kriminal luar biasa.
“Bukan tentang setuju atau tidak. Hanya saja, hukuman mati terbukti tidak lantas menyelesaikan masalah,” ujar Romo Benny saat dihubungi Republika, Kamis (25/12).
Romo Benny mengatakan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menerbitkan suatu konvensi tentang penghapusan hukuman mati. Konvensi tersebut, telah diratifikasi oleh sekitar 120 negara. Sebagai ganti daripada hukuman mati, negara-negara tersebut memberlakukan hukuman penjara seumur hidup berupa alienasi alias pengasingan terhadap pelaku kriminal kelas kakap.
“Untuk Indonesia, bisa saja mereka (bandar narkoba) diasingkan di suatu pulau terpencil sehingga tidak bisa dikunjungi siapa-siapa. Pun pengasingan seumur hidup ini mesti konsisten,” kata Romo.
Menurut dia, Indonesia masih memberlakukan hukuman mati lantaran adanya pengandaian. Yakni, bahwa dengan membunuh pelaku, maka kejahatan pun akan bisa diminimalkan. Namun, kata Romo Benny, melihat kondisi kekinian, pengandaian ini cenderung tidak lagi bisa diandalkan.
Karena itu, Romo menekankan, pentingnya menggiatkan kontrol kekuasaan dan political will (kemauan politik) dari pemerintah. “Perang terhadap narkoba adalah perang struktural,” ungkap Romo.