REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyororoti banyaknya masalah yang timbul dari menjamurnya toko ritel modern. Terutama, maraknya pelanggaran izin seperti pelanggaran zonasi dan ritel bodong.
Abdullah Mansuri, ketua umum DPP Ikappi, mengatakan pada tahun 2007 terdapat 18 ribu ritel modern di Indonesia. Di penghujung 2014 angkanya mencapai 23 ribu ritel modern. Minimarket di Indonesia dikatakannya tumbuh rata-rata 16 persen per tahun di tahun 2013 hingga 2015.
"Tapi dari 23 ribu ritel modern, 70 persennya bodong,'' katanya, dalam siaran pers yang dikutip Jumat (26/12). Disebut bodong karena tidak memiliki kelengkapan izin operasi. Misalnya, Persyaratan IUTM (ijin usaha toko modern) berdasarkan Pasal 12 dan 13 Perpres 112/2007 maupun pelanggaran zonasi.
Pemerintah, kata Abdullah, memang belum memiki peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Padahal ketentuan itu dibutuhkan sebagai syarat mengeluarkan IUPM.
Ikappi, katanya, meminta agar pemerintah pusat dan daerah lebih proaktif menanggulangi munculnya ritel bodong. Caranya dengan mengevaluasi pasar modern dan menghentikan proses perizinan ritel modern secara nasional.
Abdullah mengatakan, Ikappi juga meminta pemerintah tingkat kota atau kabupaten menutup peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) hingga masalah ini bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah.
"Beberapa waktu lalu Pak JK menyampaikan bahwa satu ritel modern membunuh 20 pedagang kecil. Itu adalah fakta mewabahnya ritel modern," katanya. Karena itu Ikappi memintah pemerintah daerah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ritel modern.
Ritel-ritel yang berdekatan dengan pasar tradisional dan tidak mengantongi izin, wajib diberi sanksi penutupan. "Jangan sampai pedagang dan masyarakat yang melakukan penutupan tersebut, karena akan menimbulkan gesekan sosial", ujar Abdullah.