Jumat 26 Dec 2014 18:14 WIB

Ini Penyebab Penerbangan Nasional Terpuruk di 2014

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Salah satu pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
Foto: Republika/Edwin Dwi P/ca
Salah satu pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Sepanjang 2014, industri penerbangan di Indonesia mengalami kondisi yang suram. Penerbangan yang berdiri di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengalami pencapaian yang kurang mumpuni.

Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan, kondisi maskapai penerbangan milik pemerintah saat ini memang memprihatinkan. Maskapai yang seharusnya bisa menjadi agen pembangunan justru menuai pencapaian yang kurang memuaskan.

Sedangkan, maskapai penerbangan milik swasta dan asing justru semakin leading. “Maskapai penerbangan pemerintah harusnya bisa leading karena mereka mendapatkan ruang yang besar dan berbagai fasilitas, ini menunjukkan kegagalan pembinaan industri penerbangan di Indonesia,” ujar Chappy kepada Republika, Jumat (26/12).

Chappy menjelaskan, terpuruknya industri penerbangan Indonesia tidak lepas dari peran pemerintah. Masalah infrastruktur dan sumber daya manusia menjadi lagu lama dalam industri penerbangan yang tak kunjung dibereskan. 

Sementara dari sisi sumber daya manusia, pilot dan teknisi di dalam negeri banyak didominasi oleh asing. Selain itu, petugas Air Traffic Control (ATC) juga makin kesulitan karena ditekan untuk bisa menaikkan kapasitas landing di Bandara Soekarno Hatta.

Sedangkan, menurut Chappy infrastruktur bandara masih amburadul dan penerbangan yang mengalami delay jumlahnya tidak sedikit. Dengan demikian, penerbangan di line domestik menjadi terganggu.

Chappy mengatakan, infrastruktur bandara di Tanah Air belum memenuhi kemajuan peningkatan jumlah penumpang setiap tahun. Akibatnya, daya saing dan posisi tawar bisnis airline Indonesia di dunia internasional menjadi rendah.

Apalagi sejak 2007 sampai sekarang, Federal Aviation Administration (FAA) telah mengkategorikan penerbangan Indonesia pada kategori 2. Hal ini berarti, Indonesia belum memiliki standar minimum keamanan terbang internasional seperti yang tercantum dalam peraturan International Civil Aviation Organization (ICAO).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement