REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari UIN Syarif Hidyatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago menilai subtansi keberadaan MPR sebagai lembaga negara yaitu mencegah dan memastikan kembali undang-undang tidak "terjun bebas" menjadi sangat neoliberal.
"Jangan sampai undang-undang kita dibuat oleh donatur dari LSM asing atau undang undang titipan tangan tangan asing," kata Pangi melalui pesan Blackberry di Jakarta, Sabtu Malam.
Pangi menjelaskan cara agar undang-undang tidak masuk campur tangan asing adalah pembuatannya dibahas berlapis. Menurut dia, Indonesia bahagia ada Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyelamatkan konstitusi dari pengaruh asing, seperti MK membatalkan undang undang pendidikan sekolah internasional yang mengangu rasa keadilan hak pendidikan.
"Kedua, filter berhati hati terhadap NGO asing dalam memberikan bantuan, dan terakhir anggota DPR jangan sampai kecolongan, namun harus memastikan produk undang undang tidak bertentangan dengan payung hukum konstitusi UUD 1945," ujarnya.
Dia menjelaskan MPR di dalamnya terdiri dari anggota DPR dan DPD berusaha menjauhkan pembuatan undang undang yang mengarah pada neolib. Pangi mengatakan ciri ciri neolib bisa dilihat dari 10 poin Konsensus Washington, di antaranya mengurangi subsidi atau anggaran pelayanan publik, kelonggaran membayar pajak kepada swasta, dengan alasan meningkatkan pelayanan mereka, dan privatisasi perusahaan BUMN.
Ciri-ciri lainnya menurut dia, mempermudah regulasi masuknya investor asing, mendukung hak paten, perdagangan bebas dan aktor nyata neolib adalah Dana Moneter Internasional (IMF), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Bank Dunia.
"Keterlibatan Bank Dunia tersebut membuat pemerintah mengubah sejumlah UU antara lain UU Pendidikan Nasional (No 20 Tahun 2003), UU Kesehatan (No 23 Tahun 1992), UU Kelistrikan No 20 Tahun 2002, dan UU Sumber Daya Air (No 7 Tahun 2004) dan lain lain," tegasnya.
Pangi mengatakan ada tiga lembaga yang berbasis di Amerika Serikat tercatat paling banyak menjadi konsultan pemerintah dalam merancang 72 UU yang disinyalir Badan Intelijen Nasional (BIN) disusupi kepentingan asing.
Ketiga lembaga tersebut menurut dia adalah World Bank (Bank Dunia), International Monetary Fund (IMF), dan United States Agency for International Development (USAID).
"Ketiganya terlibat sebagai konsultan karena memberikan pinjaman kepada pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan rakyat," tukasnya.
Menurut dia, roh UUD 1945 harus dikembalikan kepada khitahnya karena empat kali amandemen yaitu 1999, 2000, 2001 dan 2002 cenderung kebablasan. Dia mengatakan setiap tahun terjadi amandemen dan itu diindikasikan masuk intervensi asing seperti undang undang penanaman modal, pendidikan, bank, privatisasi air dan lain-lain.
"Saat ini kita memiliki gas, minyak bumi, air, dan emas namun tidak menguasai kekayaan alam tersebut," ucapnya. Menurut dia, membangun kepercayaan atau "trust buliding" harus dipastikan berjalan agar negara berdaulat, mandiri, dan berdikari.