REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR - Saham Air Asia anjlok 7,8 pesen pada Senin (29/12) sehari pascahilangnya pesawat Air Asia QZ8501 rute Surabaya-Singapura. Penurunan ini tertinggi sepanjang sejarah dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Analis mengatakan insiden yang terjadi hari Ahad (28/12) pada pesawat Air Asia Indonesia menyebabkan para wisatawan menjadi waspada untuk melakukan penerbangan menggunakan Air Asia. Analis mengingatkan hal ini bahkan bisa berpengaruh terhadap laba yang akan diperoleh pada tahun depan.
"Saya berharap setidaknya Air Asia bisa mempertahankan laba year on year, tapi saya perkirakan laba bisa turun sekitar lima persen," ujar Daniel Wong, analis Hong Leong Investment Bank yang berbasis di Kuala Lumpur.
Saham Air ASia yang diperdagangkan turun 7,8 persen, penurunan ini terbesar sejak 22 September 2011, meskipun menurun, harga saham naik 20 persen sejak awal tahun ini.
Sebanyak 59,9 juta saham Air ASia telah diperdagangkan dan termasuk saham yang paling aktif di bursa. Perusahaan holding Thai Air ASia, dimana grup Air Asia memegang 45 persen saham juga turun 3,6 persen pada Senin ini. Di Indonesia 49 persen saham dimiliki oleh Malaysia. Sisanya dimiliki oleh investor lokal.
Hafiz Hezry, analis AmResearch berharap saham Air Asia kembali akan naik dalam beberapa hari setelah kabar pesawat ini hilang. Reputasi Air Asia Grup, kata dia kemungkinan akan terpengaruh dengan kecelakaan ini, namun dampaknya akan minimal terhadap pendapatan Air Asia.
Pasalnya, pangsa keuntungan dari unit bisnis di Indonesia tidak akan dimasukkan ke dalam laporan keuangan. Laporan keuangan yang disebabkan kecelakaan ini mungkin akan membutuhkan waktu beberapa kuartal lagi.