REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menyarankan Presiden Joko Widodo untuk mengajak semua kelompok masyarakat di Papua untuk berdialog dan duduk bersama. Tidak terkecuali kelompok gerakan separatis yang melakukan perlawanan melalui perlawanan fisik bersenjata.
"Kita harus akhiri dengan cara duduk bersama di para-para, tempat orang Papua bermusyawarah. Di situ harus melibatkan semua pihak termasuk kelompk separatis baik yang di gunung-gunung maupun di luar Indonesia," kata Djohermansyah di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (29/12).
Pemerintah pusat, lanjut dia, sebenarnya telah memiliki pengalaman dalam mengatasi konflik serupa di Aceh. Perdamaian di Aceh akhirnya bisa dicapai melalui dialog yang intensif. Walaupun akhirnya melibatkan pihak ketiga.
"Kalau di Papua rasanya tidak harus difasilitasi pihak ketiga. Kita cukup berdialog duduk bersama, ada MRP (Majelis Rakyat Papua), gubernur, akademisi, pihak separatis dan pemerintah pusat," ujar Djohermansyah.
Menurutnya, semua pemangku kepentingan sudah mengetahui persis persoalan krusial di tanah Papua. Yakni masalah yang berkaitan dengan aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pembangunan infrastruktur, dan pendidikan. Dialog dan duduk bersama tinggal mengurai masalah di setiap aspek tersebut satu per satu.
Presiden Jokowi, lanjutnya, bisa memanfaatkan momentum penyempurnaan UU Otonomi Khusus menjadi RUU Otonomi Khusus Plus. RUU tersebut sebenarnya telah diusulkan pada akhir pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono namun tidak selesai dibahas di DPR.
"Nanti tinggal dibahas lagi dengan DPR baru, tapi sebelumnya libatkan dulu semua kelompok. Termasuk kelompok separatis baik yang di gunung-gunung maupun yang di luar negeri," ungkapnya.
Lewat RUU Otsus Plus tersebut, menurut Djohermansyah bisa diatur lebih rinci tentang manajemen otsus di Papua. Misalnya peruntukan dana otsus melalui program-program yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat.
Selain itu, RUU Otsus Plus juga mengakomodasi masyarakat Papua memiliki partai lokal. Gerakan separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) bisa menyalurkan pemikirannya untuk meningkatkan kesejahteraan Papua melaluli partai lokal.
Jika Presiden Jokowi benar-benar merealisasikan rencana kunjungannya tiga kali setiap tahun ke Papua, menurut Djohermansyah, perdamaian dan percepatan pembangunan di Papua bisa dicapai.
"Kalau memang dijalankan, artinya sepanjang masa jabatannya Presiden Jokowi akan mengunjungi Papua sebanyak 15 kali. Nanti berkantor di situ sehingga perbaikan Papua bisa terus dipantau dan dipastikan keberhasilannya," ujar dia.