Kamis 01 Jan 2015 01:20 WIB

Resolusi Gagal, Presiden Palestina Segera Gabung ICC

Rep: RR Laeny Sulistyawati/ Red: Yudha Manggala P Putra
bendera palestina
Foto: www.worldbulletin.net
bendera palestina

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Presiden Palestina, Mahmoud Abbas memastikan akan segera bergabung dengan Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak resolusi mengakhiri pendudukan Israel, Rabu (31/12).

Abbas akan menandatangani Statuta Roma pada Rabu waktu setempat atau mengikuti perjanjian berdirinya ICC.

‘’Setelah resmi bergabung (ICC), Palestina bisa menuntut para pejabat Israel atas kejahatan perang di wilayah-wilayah yang telah diduduki Israel,’’ kata beberapa pejabat mengatakan kepada Agence France-Presse yang dikutip dari laman Al Arabiya, Rabu.

Sementara itu, Israel menyatakan kepuasannya setelah Dewan Keamanan PBB menolak resolusi mengenai negara Palestina yang menetapkan batas waktu 12 bulan untuk mencapai kesepakatan akhir perdamaian.

‘’Israel yang menginginkan perdamaian dengan tetangga kami hanya bisa puas dengan hasil suara ini,’’ kata wakil menteri luar negeri Israel Tzahi HaNegbi.

Sementara itu, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE), Federica Mogherini mengecam perluasan permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur karena merusak proses perdamaian. Namun pihaknya menekankan perlunya Israel dan Palestina untuk segera melanjutkan perundingan perdamaian.

UE juga menggarisbawahi urgensi melanjutkan perundingan yang berarti antara para pihak-pihak tersebut dan kebutuhan masyarakat internasional untuk fokus pada prestasi nyata untuk mencapai penyelesaian akhir.

Dalam penandatanganan divisi UE, Prancis dan Luksemburg menyetujui resolusi. Tetapi Inggris memilih abstain terhadap resolusi itu.

Mogherini menambahkan, bagaimanapun semua pihak masih ingin membangun sebuah kesepakatan damai yang komprehensif berdasarkan dua negara yang berdampingan dalam perdamaian dan keamanan serta sama-sama saling mengakui.

Dorongan ini diperkuat oleh proses perdamaian Madrid, yang dibuat pada tahun 1991 yang bersama dengan upaya diplomatik. "UE yakin bahwa pengaturan parameter yang jelas untuk negosiasi adalah kunci untuk keberhasilan mereka,’’ ujarnya.

Pihaknya juga memastikan komitmennya akan lebih mendukung untuk mewujudkan perdamaian abadi berdasarkan visi dua negara ini dan bersama-sama dengan mitra internasional. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement