REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI), Imam Addaruquthni, menyambut baik fatwa yang dikelurakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait status hukum tanah yang dimanfaatkan untuk masjid.
Menurut Imam, fatwa ini penting untuk dikeluarkan melihat maraknya kasus penggusuran masjid yang kerap terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. "Fatwa ini untuk kepentingan umat, mudah-mudahan terwujud" kata Imam Daruqthi saat dihubungi Republika Online (ROL), Jumat (2/1).
Dari awal, kata Imam, status tanah dari sebuah masjid memang harus wakaf. Karena, tanah wakaf sifatnya hanya bisa digunakan sesuai dengan peruntukannya. "Jika tanah diwakafkan untuk masjid maka di atasnya harus berdiri masjid" kata Imam.
Namun, Imam mengungkapkan, sering terjadi penyalahgunaan terhadap hak-hak masjid karena tidak memiliki sertifikat wakaf. Bahkan, ada masjid yang dijual oleh pengurusnyanya sendiri dan digunakan untuk pendidikan atau fungsi lainnya selain untuk masjid.
Beberapa waktu lalu, kata Imam, sebuah masjid di Kabupaten Cirebon, sempat akan dijual oleh pemiliknya. Namun karena reaksi dan gejolak kalangan umat Islam atas penjualan tersebut, pemilik memutuskan untuk mengembalikan masjid ke posisi semula.
Maka, kata Imam, fatwa MUI ini penting untuk melindungi masjid-masjid dari penggusuran. Sebelumnya, MUI mengeluarkan fatwa tentang status tanah masjid.
Fatwa tersebut antara lain, pertama, status tanah yang dimanfaatkan untuk masjid adalah wakaf walaupun secara formal belum memperoleh sertifikat wakaf. Untuk itu, tanah masjid yang belum berstatus wakaf wajib diusahakan untuk disertifikasi sebagai wakaf.
Kedua, tanah masjid yang sebagaimana dimaksud dalam point pertama tidak boleh dihibahkan, tidak boleh dijual, tidak boleh dialihkan atau diubah peruntukannya. Ketiga, benda wakaf dan status tanah wakaf masjid tidak boleh diubah kecuali untuk mempertahankan keberlangsungan manfaat wakaf.