REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Revrisond Baswir, mempertanyakan kebijakan pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) premium yang dinilai tidak sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK telah membatalkan Pasal 28 Ayat 2 UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
"Bukan dampaknya yang perlu dibahas, tapi apakah kebijakan itu sejalan dengan putusan MK atau tidak. MK sudah memutuskan harga BBM tidak diterapkan mekanisme pasar tapi diputuskan pemerintah termasuk premium," jelas Revrisond saat dihubungi //Republika Online (ROL), Jumat (2/1).
Pemerintah menetapkan mencabut subsidi premium dan melepas sesuai harga minyak dunia, harganya menjadi Rp 7.600. Sementara solar disubsidi Rp 1.000 (fixed subsidy), harganya menjadi Rp 7.250.
Menurutnya, yang menjadi masalah apakah kebijakan tersebut akan dipermasalahkan DPR. Sebab, indikasinya kuat bertentangan dengan Putusan MK. "Kita harus lihat bagaimana reaksi DPR, belum ada jaminan kebijakan itu benar-benar dijalankan," imbuhnya. Sebab, nantinya pembahasan di DPR juga akan berkaitan dengan pembahasan APBN Perubahan 2015.
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement