REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Tiga keraton di Kota Cirebon menggelar puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, atau yang dikenal dengan istilah panjang jimat, Sabtu (3/1) malam. Acara itu dipastikan akan dihadiri ribuan warga, baik yang berasal dari Wilayah Cirebon maupun berbagai daerah lainnya.
Adapun tiga keraton itu, yakni Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan. Selain di ketiga keraton itu, puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga dilakukan di kompleks makam Sunan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
Di setiap keraton, prosesi panjang jimat akan diisi serangkaian tradisi yang telah berlangsung turun temurun. Di Keraton Kasepuhan, prosesi malam panjang jimat diisi dengan arak-arakan nasi jimat dan berbagai benda yang melambangkan kelahiran seorang manusia. Arak-arakan itu diawali dari Bangsal Prabayaksa Keraton Kasepuhan menuju Langgar Agung, dan dipimpin Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat.
Dalam arak-arakan tersebut, barisan pertama adalah pembawa lilin, yang menjadi simbol kelahiran Nabi Muhammad SAW di malam hari. Setelah itu iring-iringan pembawa perangkat upacara, di antaranya manggaran, nadan dan jantungan, yang melambangkan kebesaran dan keagungan. Selanjutnya, secara berurutan, iring-iringan pembawa air mawar, pasatan, dan kembang goyang, yang menjadi lambang air ketuban sebelum bayi lahir dan ari-ari setelah bayi lahir.
Setelah itu, iring-iringan pembawa air serbat, yang melambangkan darah bayi ketika dilahirkan. Iring-iringan berikutnya membawa empat baki yang menjadi simbol empat unsur yang ada dalam diri manusia. Yakni angin, tanah, api dan air.
Di Keraton Kanoman, prosesi Panjang Jimat juga diisi dengan arak-arakan kirab yang membawa berbagai benda pusaka milik keraton dari Bangsal Prabayaksa menuju Masjid Agung Kanoman. Prosesi itu dipimpin oleh Pangeran Patih PRM Qodiran, mewakili Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emiruddin.
Dalam kirab itu, barisan pertama iring-iringan prajurit pembawa tombak (bandrang keraton). Barisan kedua iring-iringan yang membawa bendera kebesaran/bendera Macan Ali (berbentuk macan hiasan kaligrafi Kalimat Thoyibah Laa Ila Ha Illallah). Barisan ketiga membawa tunggul naga (salah satu pusaka Cirebon zaman Raja Cirebon ke-2), barisan keempat yang merupakan barisan Patih Kesultanan Kanoman, dan barisan kelima yang membawa sejumlah tumpeng berisi nasi kuning, buah-buahan, dan benda pusaka lainnya.
Di Langgar Agung Keraton Kasepuhan maupun Masjid Agung Keraton Kanoman, acara dilanjutkan dengan shalawatan, pengajian kitab Barjanzi maupun doa hingga tengah malam. Setelah itu, diadakan santap bersama sajian nasi jimat.
Sebelum panjang jimat, rangkaian peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW telah dilakukan masing-masing keraton sejak beberapa hari sebelumnya. Rangkaian acara yang dikenal dengan nama Muludan itupun menyedot perhatian ribuan warga dari berbagai daerah yang ramai-ramai mengunjungi keraton.
Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat menyatakan, Muludan yang digelar di sekitar Keraton Kasepuhan Cirebon akan dimasukkan dalam kalender wisata nasional, bahkan internasional. Apalagi, selain rangkaian tradisi panjang jimat, Muludan juga diisi dengan pasar rakyat.
‘’Muludan akan diubah namanya menjadi Festival Grebeg Muludan,’’ tandas Sultan.