REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan kementerian ketenagakerjaan (kemenaker) dinilai melampaui tugas dan fungsi kerja kementerian agama. Ini terkait keinginan kementerian itu untuk menangkal radikalisme dengan melarang tenaga kerja asing (TKA) kategori profesi guru dan dosen teologi dari semua agama bekerja di Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mengatakan, pencegahan radikalisme seharusnya menjadi ranah kerja kementerian agama (kemenag), bukan kemenaker.
"Overlap, kalau alasannya radikalisme agama, itu bukan urusan kemenaker tapi kemenag," kata Yunahar saat dihubungi ROL, Sabtu (3/1).
Kemenaker, kata Yunahar, seharusnya lebih fokus pada nasib tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang berada di luar negeri. Hal itu lebih baik daripada pada mengurusi masalah radikalisme agama.
Menurutnya, kemenaker harus memprioritaskan, menjamin keselamatan serta hak para TKW yang selama ini kerap mendapatkan perlakuan tidak wajar.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, akan memberlakukan peraturan larangan bagi guru dan dosen teologi dari semua agama yang masuk ke Indonesia. Langkah tersebut diambil untuk membentengi Indonesia dari paham radikalisme agama.
"Kami menutup pintu untuk TKA yang berprofesi guru atau dosen agama maupun teologi. Ini sebagai salah satu upaya kita menghindarkan supaya lembaga agama tidak dijadikan lahan persemaian ide atau kaderisasi," katanya, Selasa (30/12) sore.