REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Desakan kubu Agung Laksono agar Partai Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) dinilai akan merugikan posisi politik partai itu. Sebab, di KMP posisi Golkar menjadi pemimpin koalisi yang memiliki kursi terbesar di parlemen dari blok KMP.
Pengamat politik dari Sigma, Said Salahudin mengatakan sebagai pemimpin koalisi dari kelompok penyeimbang pemerintah, Golkar justru dapat memainkan peran politik yang jauh lebih besar.
"Bersama KMP Golkar bisa berperan optimal dalam pengambilan keputusan di parlemen, seperti dalam penyusunan undang-undang, APBN, pemilihan pejabat negara, termasuk dalam mempengaruhi kebijakan-kebijakan Negara," jelas Said, Ahad (4/1).
Sementara, jika Golkar harus bergabung ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) atau diarahkan menjadi pendukung pemerintah seperti keinginan faksi Agung Laksono, lanjutnya, maka partai itu justru akan mati gaya. Sebab posisi politik Partai Golkar akan berada dibawah PDI Perjuangan yang menjadi penyokong utama pemerintah, sekaligus pemimpin KIH.
"Golkar juga akan dibayang-bayangi oleh partai pendukung pemerintah lainnya, seperti Partai NasDem, PKB, dan Partai Hanura," katanya.
Menurutnya, PDI Perjuangan dan partai koalisinya tidak akan mau dipengaruhi oleh Golkar yang menjadi new comer dalam koalisi tersebut. Gagasan-gagasan politik Golkar belum tentu akan diterima atau diakomodasi oleh partai-partai di KIH yang telah lebih dahulu mendukung pemerintah.
Kondisi yang sama juga bisa terjadi di parlemen. Jika di KMP Golkar menjadi pemimpin koalisi yang bisa memainkan peran besar di DPR, maka di KIH Golkar hanya akan menjadi pengikut PDIP yang menjadi pemimpin koalisi.
Kondisi yang demikian itu, Golkar akan merasa kikuk berada di dalam blok KIH. Pengaruh Golkar juga akan memudar, padahal Golkar adalah partai pemenang kedua Pemilu sekaligus pemilik kursi terbesar kedua setelah PDIP.
Di sisi lain, partai-partai di KIH juga akan rugi apabila Golkar menjadi pendukung pemerintah. Sebab mustahil Golkar mau berubah haluan politik jika tidak mendapatkan kursi di dalam kekuasan.
Apabila Golkar diberikan jatah kursi menteri oleh Jokowi dalam reshuffle kabinet, lanjutnya, bisa saja kursi yang diberikan kepada Golkar itu adalah kursi yang sebelumnya dimiliki oleh PDIP, NasDem, PKB, atau Hanura. Hal itu akan menyebabkan terganggunya soliditas partai-partai di KIH. Akibatnya, bias saja muncul iklim politik yang tidak kondusif dalam pemerintahan Jokowi-JK.
Dia menilai posisi Golkar di KMP saat ini sudah tepat. Keinginan Agung Laksono memberikan dukungan kepada pemerintah karena alasan Wapres Jusuf Kalla yang merupakan senior Golkar, masih bisa dilakukan tanpa harus mendorong Golkar keluar dari KMP.
"Caranya, Agung dan para pendukungnya bisa memainkan pengaruhnya di internal Golkar apabila mendapati Aburizal Bakrie hendak mengambil kebijakan yang dinilai merugikan JK. Tentu saja hal itu baru bisa dilakukan oleh kubu Agung cs apabila telah tercapai islah di internal Partai Golkar," jelasnya.