REPUBLIKA.CO.ID,
Revisi regulas tersebut, Pipip menuturkan, cenderung menyamaratakan seluruh TKA guru agama dari negara manapun. Apalagi, ujar Pipip, revisi peraturan ini tidak spesifik sehingga siapapun bisa terkena dampaknya.
Pipip lantas mendesak, Kemenaker untuk menggandeng instansi terkait, semisal Kementerian Agama atau organisasi masyarakat (ormas) keagamaan besar sebelum melakukan revisi regulasi itu.
“Mesti libatkan mereka. Karena bisa jadi aturan itu merugikan perkembangan lembaga pendidikan yang mereka kelola,” ujar Pipip A Rifa'i Hasan, Senin (5/1).
Pipip mencontohkan lembaga kampus tempatnya bekerja yang juga kerap mengundang tenaga pengajar agama dari luar negeri.
Meskipun, kata Pipip, rentang waktunya tidak lama dan juga tidak menetap, guru agama asing itu sangat bermanfaat untuk masuk ke Indonesia. Maka, yang dipentingkan hanyalah identifikasi asal dan organisasi asal mereka.
“Terkait identifikasi ini, BIN (Badan Intelijen Negara) bisa dilibatkan. Karena memang intelijen bekerja diam-diam dan efektif mengidentifikasi bahaya terhadap RI,” kata Pipip A Rifa'i Hasan, Senin (5/1).
Terakhir, Pipip menengarai, dengan tetap diberlakukannya revisi Permenaker Nomor 40 Tahun 2012 itu, pemerintah melakukan sweeping secara menyeluruh terhadap semua pengajar agama asaing. Hal ini justru berpeluang besar merugikan perkembangan pendidikan agama di RI.