REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara (Korut) karena melakukan serangan siber kepada Sony Pictures. Namun, Korut membantah tuduhan tersebut.
Berikut ini tiga hal yang perlu diketahui soal sanksi tersebut, seperti dilaporkan kantor berita Associated Press, Senin (5/1).
Retorika Korut selama akhir pekan kemungkinan diarahkan kepada penonton domestik di AS. Korut mengatakan sanksi baru Amerika tidak akan melemahkan militer Korut yang berkekuatan 1,2 juta personel.
Beberapa pengamat Korea Utara percaya sanksi itu membantu melindungi tanggung jawab Korut atas kegagalannya, dan memungkinkan Kim Jong Un memperkuat kekuasaannya dan meningkatkan citranya sebagai pemimpin yang kuat di dalam negeri.
Korut menggunakan ketegangan dengan dunia luar, pada umumnya, dan sanksi, khususnya, untuk mengobarkan sentimen antiAS. Hal ini, pada gilirannya, justru memungkinkan kepemimpinannya membenarkan ketidakmampuan memberi makan rakyatnya. Selain itu, Korut akan terus mendorong pengembangan bom nuklir yang diperlukan untuk membela diri dari AS.
Kedua, langkah AS menjatuhkan sanksi baru kepada Korut nampaknya tidak akan memberi banyak perbedaan di Korut. Negeri komunis ini selama beberapa dekade telah dibombardir dengan sanksi. Korut menanamkan kemandirian ke dalam jiwa nasional rakyatnya.
Beberapa pengamat mengatakan AS dan pihak lain, jika mau, mempunyai kemampuan menjatuhkan sanksi keuangan yang lebih berat untuk memukul kepemimpinan Korut. Namun, pengamat lain mengatakan berbagai sanksi multilateral dari PBB, AS, Jepang dan lainnya yang bertujuan menghukum pemerintah Korut terbukti tidak ampuh menghentikan ambisi nuklir Korut.
Sanksi terbaru dari AS memiliki dampak terbatas karena Korut kemungkinan akan menugaskan orang atau organisasi lain mengambil alih target pekerjaan mereka. AS menjatuhkan sanksi kepada 10 pejabat Korut dan tiga organisasi, termasuk badan intelijen utama dan pemasok senjata milik pemerintah.
Ketiga, sanksi yang baru kemungkinan tidak akan berdampak pada upaya memperbaiki hubungan antara dua Korea. Korut dan Korea Selatan kerap terlibat dalam ketegangan sejak Semenanjung Korea dibagi dua pada akhir Perang Dunia II.
Sejak pembagian Korut dan Korsel pada 1948, keduanya menetapkan pola rumit berkomunikasi satu sama lain, bahkan saat keduanya saling beretorika dan mengeluarkan ancaman bombastis.
Komentar Korut selama akhir pekan oleh Korsel dinilai layaknya meninggalkan pintu terbuka untuk menghangatkan hubungan keduanya karena mereka tidak secara khusus mengkritik Korea Selatan.