REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Harga kopi Arabika hasil perkebunan rakyat di Bangli dan Badung, Bali mencapai Rp 53.000 per kilogram, naik dibanding Januari 2014 yang tercatat Rp 34.000 per kilogram
.
"Petani memproduksi biji kopi berkualitas sehingga harga terus naik dan hal itu membawa perbaikan kesejahteraan masyarakat di pedesaan," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bali, I Dewa Made Buana Duwuran di Denpasar, Selasa (6/1).
Ia mengatakan naiknya harga hasil perkebunan rakyat itu antara lain karena kopi Arabika hasil dari Kintamani, Kabupaten Bangli, meraih Sertifikat Indikasi Geografis (SIG) terkait kualitas dan berbagai kelebihan dan keunggulannya.
Harga kopi Arabika maupun Robusta di daerah itu selama tahun 2014 memang terus mengalami kenaikan, termasuk hasil budidaya lainnya seperti kakao, vanili, mete dan tembakau yang semuanya sudah memasuki pasar ekspor.
Dewa Made Buana Duwuran menyebutkan kakao hasil perkebunan rakyat Bali yang mulai memasuki pasar ekspor juga mengalami kenaikan dari Rp 32.800 pada Januari 2014 menjadi Rp 37.000 per kg pada pekan kedua Desember 2014. Kenaikan harga tersebut cukup berarti bagi masyarakat pekebun di daerah pedesaan.
Vanili hasil petikan petani Bali yang sebagian besar dikapalkan untuk memenuhi permintaan konsumen di Amerika Serikat tersebut, harga di tingkat petani cukup stabil bahkan belakangan ini mengalami kenaikan dari Rp 25.000 per kg menjadi Rp 40.000 per kg (basah).
Sedangkan vanili kering yang sudah siap ekspor masih tetap Rp100.000 per kg sepanjang tahun 2014. Bali baru memperdagangkan kopi, kakao dan vanili ke pasar antarbangsa dengan perolehan devisa cukup bagus.
Dewa Made Buana mengakui, kakao produksi petani daerah itu masih dalam jumlah terbatas hanya belasan ton per bulan mulai memasuki pasar ekspor dengan tujuan utama konsumen Amerika Serikat, Australia dan Jerman.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali mencatat perolehan devisa dari kakao hasil perkebunan rakyat daerah itu selama Januari-Oktober 2014 sudah mampu menembus satu juta dolar AS atas pengapalan sebanyak 1.081 ton.
Perolehan devisa tersebut bertambah 55 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2013 yang hanya mencapai 709.968 dolar, dengan memasuki delapan negara konsumen. Amerika Serikat merupakan negara pembeli terbanyak.
Di samping negeri Paman Sam itu, tercatat juga sebagai pembeli potensial adalah Australia, Inggris, Jerman, Filandia, Jepang dan Malaysia. Lancarnya perdagangan hasil perkebunan untuk bahan baku pabrik makanan itu diharapkan mengangkat penghasilan petani perkebunan di Bali.