REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebagian besar hotel di Daerah Istimewa Yogyakarta diprediksi bakal menghadapi tantangan berat selama bulan Januari dan Februari, selepas libur panjang. Pengelola hotel pun harus putar otak mencari market (pasar) baru agar tetap ramai dikunjungi.
General Manajer Hotel Eastparc Yogyakarta, Erny Kusmastuti mengatakan, upaya menggarap potensi pasar baru butuh dilakukan pascalarangan pegawai negeri sipil (PNS) melakukan rapat di hotel.
"Pemasukan dari sektor goverment (pemerintah) turun drastis. Kondisi ini yang membuat kekhawatiran hampir semua perhotelan,” ujar Erny, saat dihubungi Republika, Selasa (6/1).
Beberapa minggu yang lalu, bertempat di Hotel Eastparc berlangsung diskusi antara beberapa pelaku usaha perhotelan di Yogyakarta dengan instansi terkait, pengamat dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta.
Hasil diskusi tersebut para pelaku usaha perhotelan meminta agar kebijakan tersebut direvisi. Pasalnya, dampak yang ditimbulkan cukup besar tidak hanya kepada pihak hotel namun juga merembet ke pada sektor lainnya seperti pekerja dan berkurangnya pasokan kebutuhan pokok.
Meskipun pada musim liburan yang baru saja berakhir, kata Erny, hampir semua hotel di Yogyakarta penuh namun, kondisi tersebut bukan termasuk yang didiskusikan. Menurut Erny yang menjadi perhatian pihak hotel yang ketika di luar masa liburan.
Pada masa liburan kemarin, lanjut Erny, sebesar 86 persen hotelnya terisi. Terutama di atas tanggal 20 Desember. Akan tetapi, ia tetap mengharapkan kebijakan pemerintah terkait larangan PNS melakukan rapat di hotel untuk direvisi.
Kendati demikian, ia tetap melakukan langkah untuk menghadapi bulan Januar dan Februari yang dinilainya menjadi tantangan berat. Dengan kondisi saat ini, pengunjung yang tujuannya hanya untuk bermalam merupakan target utama.
“Kalau sebelumnya lebih banyak yang tidak hanya menginap tapi juga melakukan rapat-rapat, jadi skalanya besar,” katanya.