REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA - Pemerintah Australia pada Senin (5/1), memperingatkan warga Australia untuk meningkatkan kewaspadaan tinggi terkait serangan teroris. Saran tersebut muncul menyusul peringatan dari pemerintah Amerika Serikat akan ancaman pada hotel dan bank AS di Surabaya.
BBC News melaporkan, pemerintah tak langsung mengeluarkan larangan perjalanan wisata ke Indonesia. Namun pemerintah Australia mengatakan, serangan di Indonesia bisa terjadi setiap saat.
Dalam sebuah pernyataan di situs wisata milik pemerintah Smart Traveller, pemerintah menyatakan telah menerima informasi yang menunjukkan kemungkinan teroris merencanakan serangan di Indonesia. "Anda juga harus menyadari hukuman berat bagi pelanggaran narkotika, termasuk hukuman mati, sejumlah risiko kesehatan dan risiko yang terkait bencana alam," kata pernyataan tersebut.
Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop mengatakan, ancaman kegiatan teroris dapat terjadi di mana saja di seluruh dunia. Berbicara pada wartawan pada Selasa (6/1), ia tak berkomentar terkait saran Smart Traveller untuk tak melakukan perjalanan ke Bali. Saat wartawan bertanya apa ia merasa nyaman pergi ke Bali, ia mengatakan mau.
Pernyataan Smart Traveller merujuk pada sejumlah insiden penyerangan tempat ibadah selama Natal dan Tahun Baru. Terutama di tempat-tempat seperti Poso dan Solo, menurut pernyataan hal itu bisa terjadi lagi.
"Selama periode ini tempat berkumpulnya orang Barat bisa menjadi target teroris. Teroris sebelumnya telah menyerang atau merencanakan penyerangan ke klub malam, bar, restoran, hotel, restoran, bandara dan tempat ibadah di Bali, Jakarta dan tempat lain di Indonesia. Bisa terjadi penyerangan lagi di tempat lain," ungkap pernyataan.
Dua bom merobek wilayah wisata di Kuta pada 12 Oktober 2002 dan membuat 202 orang tewas. Di antara mereka tewas di Paddy Irish Bar dan Sari Club, termasuk 88 warga Australia.