REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat tetap dalam rencana awal mengurangi separuh jumlah pasukannya di Afghanistan pada tahun ini. Kebijakan ini diambil setelah Presiden Barack Obama menerima saran dari Presiden Afghanistan Ashraf Ghani.
Pada 2016 mendatang seluruh pasukan AS sudah tidak ada yang bertugas di Afghanistan. Pendapat Ghani ini menimbulkan perdebatan di Gedung Putih karena sebelumnya rencana penarikan ini akan dibatalkan.
Pemotongan jumlah pasukan sebanyak 5.000 akhir tahun ini akan berdampak pada kegiatan kedutaan besar AS di Kabul lebih normal. Dengan diberlakukannya penarikan ini Ghani mungkin mendapatkan perlindungan politik dari Obama.
Pemerintah Ghani selama 13 tahun goyah. Dengan penarikan pasukan, Obama telah menepati janjinya. "Saya menduga Obama akan mengevaluasi kembali keputusannya," ujar James Dobbins, Wakil Obama untuk Afghanistan dan Pakistan. Faktor yang berperan dalam perang tersebut adalah rekonsiliasi antara pemerintah dan Taliban.
Jika Obama membatalkan keputusan ini, mungkin masyarakat akan lebih menerima. Selama ini masyarakat Amerika skeptis dengan perang Afghanistan.
Ditambah munculnya kelompok militan ISIS yang menguasai sejumlah wilayah Irak dan Suriah.
Sebelumnya AS juga menarik pasukan dari Irak pada 2011 lalu. Menurut jajak pendapat Washington Post-ABC Selasa (6/1) dukungan perang di Afghanistan telah meningkat sejak 2013 lalu.
Sebanyak 56 persen mengatakan perang layak diperjuangkan, 38 persen perang hanya menghabiskan biaya karena naik hingga 10 persen sejak 2013 lalu.
"Tenggang waktu memang menjadi fokus, tetapi tenggang waktu tidak bisa dijadikan dogma," ujar Ghanis. Jika kedua belah pihak telah melakukan yang terbaik untuk mencapai tujuan dan perkembangan maka keputusan soal tenggang waktu harus dikaji ulang.
Kolonel Angkatan Darat Steve Warren mengatakan rencana penarikan tetap akan dilaksanakan dan tidak ada perubahan waktu penarikan.