REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera(F-PKS) akan tetap mengajukan hak interplasi kepada pemerintah soal penetapan harga BBM bersubsidi. "Hak interplasi menurut FPKS masih sangat relevan diajukan kepada pemerintah," kata Ketua F-PKS, Jazuli Juwaini saat dihubungi wartawan, Rabu (7/1).
Keputusan pemerintah menurunkan harga BBM jenis premium dari Rp 8.500 menjadi Rp 7.600 bukan alasan untuk membatalkan interplasi. Sebab, kata Jazuli, pemerintah belum menjelaskan secara terperinci alasan dibalik kenaikan maupun penurunan harga BBM. "Kenapa cuma turun segitu padahal minyak dunia anjelok harganya," kata Jazuli.
Lewat interpelasi F-PKS juga akan mempertanyakan keseriusan pemerintah mengkaji penetapan harga BBM bersubsidi. Selain itu antisipasi pemerintah dalam meminimalisir dampak kenaikan BBM di masyarakat juga akan ditanyakan F-PKS. "Bagaimana cara pmerintah mengontrol harga yang sudah terlanjur naik yang memberatkan rakyat itu?," contoh Jazuli.
Hak interplasi merupakan hak yang melekat dalam diri setiap anggota DPR. F-PKS terus berkomunikasi dengan para anggota DPR lintas fraksi soal interplasi. Jazuli mengatakan sampai saat ini belum ada penandatangan interplasi yang ingin membatalkan. "Komunikasi masih berjalan terus. Belum ada yang menyatakan resmi menarik diri," kata Jazuli.
Sementara itu inisiator pengajuan hak interplasi dari Fraksi Golkar, M. Misbakhun menyayangkan keputusan pemerintah mencabut seluruh subsidi untuk BBM jenis premium. Menurutnya kebijakan subsidi mestinya tidak hanya didasarkan dengan urusan untung rugi semata. Tapi juga dengan amanat konstitusi yang mengharuskan negara mengatur secara benar kekayaan alam Indonesia di bumi dan di air. "Oleh sebab itu maka dasar pijakan pemberian subsidi untuk rakyat adalah konstitusi," ujar Misbakhun.
Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Golkar ini berpendapat menyerahkan harga BBM kepada mekanisme pasar akan menyusahkan rakyat kecil. Sebab rakyat kecil akan dihadapkan pada hukum besi ekonomi di mana harga ditentukan pada besarnya jumlah permintaan dan penawaran. "Ini sangat berbahaya bagi rakyat kecil yang daya belinya masih sangat terbatas pada kebutuhan pokok," kata Misbakhun.
Negara harus hadir menunjukan perannya dengan menjaga daya beli rakyat kecil. Misalnya dengan membuat regulasi (aturan) energi yang tepat dan benar-benar melindungi rakyat. Bukan malah lepas tangan dan membiarkan harga BBM kepada mekanisme pasar.
"Kehadiran negara akan membuat rakyat sebagai pembayar pajak dan pemilik mandat negara ikut merasakan cita-cita negara yang ada di dalam konstitusi," ujar anggota Komisi XI DPR RI ini.