REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para pengusaha kuliner menyiasati kenaikan harga elpiji 12 kg dengan menghemat pengeluaran di bidang lain demi mempertahankan harga makanan yang mereka jual.
Pemilik restoran Mix Diner & Florist, Lizta Permata, di Jakarta, Rabu (7/1) mengatakan, kenaikan harga elpiji 12 kilogram sebesar Rp 18.000 per tabung pada bulan ini belum memberikan dampak signifikan bagi usahanya. "Sebisa mungkin kami tidak menaikkan harga meskipun beberapa bahan di pasar sudah mengalami kenaikan," kata Lizta.
Dia menyiasati dengan memangkas biaya operasional seperti listrik dan pendingin ruangan. "Penghematan di tempat lain saja," kata dia.
Sementara itu, Bayu Amengku yang merintis bisnis kuliner Ayam Lelang di Jakarta mengaku kenaikan harga elpiji mengakibatkan pengeluaran untuk gas yang lebih tinggi. Meskipun demikian, dia tidak serta merta ikut menaikkan harga-harga makanan. Sama seperti yang dilakukan Lizta, berbagai penghematan pun dilakukan untuk menyiasati kenaikan elpiji.
"Melalui subsidi silang dari pengeluaran lain seperti mengurangi pemakaian listrik, air, es batu, plastik dan sebagainya agar lebih efisien," kata dia melalui pesan singkat. Pemakaian gas, kata Bayu, tidak bisa dikurangi sehingga dia harus memutar otak dengan mengurangi pengeluaran di bagian lain.
Pebisnis kue Tresnansiana Ismiranti punya siasat lain agar dia tidak menaikkan harga kue-kue buatannya bila ada kenaikan harga elpiji. Sejak awal dia sudah memperhitungkan harga jual kue seandainya ada kenaikan harga mendadak, baik itu harga bahan baku, elpiji, atau bahan bakar minyak.
"Jadi tidak setiap ada kenaikan BBM atau bahan harga kuenya ikut naik," ungkap perempuan yang biasa membuat pesanan kue mulai dari kue ulang tahun hingga jajanan pasar seperti lumpia.