Kamis 08 Jan 2015 17:16 WIB

Minimal, Indonesia Harus Dapat Rp 2 Triliun dari Kontrak Freeport

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.
Foto: Antara
Ladang tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura, Timika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengebut penerbitan amandemen kontrak pemerintah dengan PT Freeport. Ditargetkan, sebelum 24 Januari amandemen kontrak tersebut telah ditanda tangani.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, R Sukhyar, mengatakan komponen utama amandemen kontrak PT Freeport meliputi tujuh isu. Yakni luas wilayah, kelanjutan operasi atau perpanjangan operasi, pengolahan pemurnian atau smelter, penerimaan Negara, investasi, penggunaan lobal content produksi dalam negeri, serta pembenahan manajemen PT Freeport.

Menurutnya, dari ketujuh isu tersebut harus memiliki manfaat yang lebih besar kepada Negara dibandingkan dengan kontrak sebelumnya. Diharapkan ada peningkatan pendapatan Negara dari sisi royalti, investasi, penggunaan barang dan jasa dalam negeri, dan pembangunan fasilitas smelter.

“Manfaatnya harus lebih besar dari aspek ekonomi. Selisihnya ada Rp 2 triliun manfaat yang lebih besar, dari semua komponen terutama dari royalty,” jelas Sukhyar, saat dihubungi Republika, Kamis (8/1).