Jumat 09 Jan 2015 05:01 WIB

Kemenhub Sangkal Ingin Hapus Penerbangan Berbiaya Murah

Pesawat AirAsia jenis Airbus A320 termasuk maskapai berbiaya murah.
Foto: Reuters
Pesawat AirAsia jenis Airbus A320 termasuk maskapai berbiaya murah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyangkal bahwa pihaknya menghapus penerbangan berbiaya murah karena menaikkan tarif batas bawah sebesar 10 persen dari 30 persen menjadi 40 persen dari tarif batas atas.

"Kita tidak pernah meyatakan menghapus LCC (low cost carrier), itu istilah di bisnis, di Kementerian Perhubungan tidak memakai istilah LCC," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub JA Barata saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (8/1).

Barata mengatakan Kemenhub menggunakan isitlah no frills atau pelayanan minimal, namun pada intinya sama, yakni penerbangan berbiaya murah. Dia menampik bahwa dengan adanya kebijakan kenaikan tarif terebut tidak menghapuskan penerbangan berbiaya murah serta tarif promo.

"Bukan berarti kenaikkan tarif ini bahwa tidak ada lagi tarif promo, tapi tidak ada tarif promo yang di bawah aturan tarif batas bawah 40 persen, apa yang disampaikan pemerintah jelas," katanya.

Barata menambahkan bahwa kenaikkan tarif per 30 Desember 2014 itu untuk meningkatkan jaminan keselamatan, dengan membuka ruang yang lebih luas kepada maskapai untuk memastikan perawatan, gaji awak pesawat, suku cadang, dan sebagainya. "Safety itu paling depan. Kita tidk ingin merisikokan nyaa orang," katanya.

Barata mengatakan pihaknya juga membuka ruang bagi konsumen, terutama Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) untuk memberikan laporan kepada Kemenhub. "Kalau ada yang menghitung misalkan dari YLKI soal keberatan kenaikkan tarif tersebut, tolong sampaikan ke kita. Ini penting apa yang disampaikan lebih baik tidak berangkat daripada tidak pernah tiba," katanya.

Dia juga tidak menampik jika rupiah kembali menguat, maka akan ada perubahan peraturan mengenai tarif pesawat tersebut. "Bisa ditinjau kembali, jika konsumen menilai keberatan bisa diajukan penghitungannya yang dinilai merugikan konsumen dan dilaporkan ke kami," katanya.

Barata mengatakan pihaknya menampik bahwa kebijakan kenaikan tarif tersebut tidak ada hubungannya dengan kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501. "Prosesnya sudah lama, ada pertimbangan-pertimbangannya untuk menjamn keselamatan agar terpenuhi," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Angkutan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Muhammad Alwi menampik bahwa kebijakan terebut karena tragedi pesawat nahas AirAsia QZ8501. "Tidak ada hubungannya dengan kecelakaan, ini murni untuk keselamatan penumpang," katanya.

Alwi mengklaim menaikkan tarif merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan keselamatan karena memberikan ruang yang lebih luas kepada maskapai untuk meningkatkan sejumlah aspek, seperti pemakaian bahan bakar (fuel consumption), gaji awak pesawat, jasa bandara, katering dan sebagainya.

Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 91 Tahun 2014 bahwa menaikkan tarif batas bawah 10 persen dari 30 persen menjadi 40 persen yang bertujuan untuk meningkatkan keselamatan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement