REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah umat Islam secara global tak hanya meningkat dari sisi populasi, tapi juga pendapatan. Daya beli yang makin baik dilirik negara-negara Asia Timur seperti Korea sebagai peluang pasar yang menjanjikan terutama untuk sektor pariwisata.
Jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat dari negara-negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia, serta Singapura, membuat Korea Selatan memperhitungkan pasar Muslim.
Masyarakat Korea, kata Direktur Korea Tourism Organization (KTO) Jakarta Office, Oh Hyonjae, tidak punya tendensi apa-apa terhadap Muslim karena memang tidak banyak yang diketahui tentang Islam. Begitupula dengan penganut agama lain seperti Katolik atau Buddha, tidak ada persoalan dengan agama apapun.
''Saat tahu Muslim sholat lima kali sehari, saya terkejut. Mayoritas orang Korea tidak tahu Muslim, apalagi komunitas Muslim di Korea kecil jumlahnya dan tersebar,'' ungkap Oh saat ditemui ROL usai penandatanganan kerja sama program 'Jalan-jalan Ke Korea' antara KTO, agen perjalanan Happy Tour, BNI Syariah dan Bank KEB Hana Indonesia, Kamis (8/1).
Meski begitu, kehidupan Muslim di Korea sama saja dengan Muslim di Indonesia pada umumnya, shalat lima kali sehari, merayakan Lebaran dan hari besar lain. Diakui Oh, Korea belum mempersiapkan diri secara penuh kehadiran pelancong Muslim dengan menyediakan restoran halal atau hotel syariah. Meski Korea sudah memiliki restoran yang sudah bebas dari produk babi.
Desember 2014 lalu, KTO Korea juga sudah membukukan daftar restoran bebas babi yang bisa dikunjungi wisatawan Muslim. Oh mengatakan buku itu sedang dalam proses pengiriman ke Indonesia.
Segera setelah buku itu sampai ke KTO Jakarta, Oh akan mendistribusikannya ke agen-agen perjalanan wisata. Informasi ini juga bisa dilihat di situs resmi KTO.