Sabtu 10 Jan 2015 18:00 WIB

Tingkatkan Kualitas, Diperlukan Upaya Pembubaran Koperasi

Rupiah
Foto: Republika/Prayogi
Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Perkoperasian Suroto mengatakan pembubaran dan pencabutan badan hukum koperasi perlu dilakukan sebagai salah satu upaya penyehatan dan peningkatan kualitas koperasi di Indonesia.

Pembubaran perlu dilakukan karena koperasi yang tidak aktif itu membahayakan bahkan sering diperjualbelikan atau disalahgunakan oleh oknum untuk mencari bantuan dan membuat investasi abal-abal, kata Suroto di Jakarta, Sabtu.

"Pertimbangan lainnya adalah untuk menciptakan sistem perkoperasian yang sehat demi tercapainya koperasi yang tangguh dan mandiri," katanya.

Menurut dia, dengan jumlah yang lebih sedikit, koperasi yang berkualitas dimungkinkan tumbuh lebih mudah sekaligus mudah diawasi dan dibina.

Ia berpendapat jumlah koperasi sebaiknya dikurangi terus dan idealnya untuk Indonesia itu hanya 10 ribu unit saja.

"Tapi jumlah anggota dan volume transaksinya yang perlu ditingkatkan," katanya.

Kementerian Koperasi dan UKM berencana membubarkan koperasi yang tidak aktif kurang lebih 65 persen atau 133.900 koperasi primer dan pada Januari 2015 ditargetkan bisa ditertibkan sedikitnya 66 koperasi.

"Target pembubaran koperasi yang tidak aktif ini harus jelas, harus menjadi prioritas program pemerintah kalau ingin koperasi menjadi sehat," katanya.

Ia mengatakan dasar hukum pelaksanaan pencabutan badan hukum telah diatur oleh Undang Undang Nomor 25 Tahun 1992 terutama Pasal 46 dan 47 serta PP Nomor 17 Tahun 1994.

Alasan hukumnya, kata dia, sangat kuat karena setidaknya 2 dari 3 prasyarat sudah jelas diatur dalam UU, yaitu karena tidak memenuhi ketentuan UU dan kelangsungan hidupnya tidak dapat diharapkan dan dalam PP sebagai tambahan adalah tidak jalankan AD ART terutama yang tidak menjalankan Rapat Anggota Tahunan (RAT).

"Di PP itu juga ditambahkan, koperasi yang tidak menjalankan kegiatan usahanya secara nyata 2 tahun berturut turut bisa dicabut badan hukumnya," katanya.

Suroto menambahkan, idealnya jumlah anggota koperasi kalau bisa ditarget minimal mempenetrasi 20 persen dari jumlah penduduk sampai 2019.

"Saat ini angka riilnya baru sekitar 5 persen. Sementara kontribusinya bagi Produk Dmestik Bruto (PDB) sekarang ini baru 2 persen dari total PDB. Ini harus bisa mencapai minimal 20 persen sampai 2019," katanya.

Data Kementerian Koperasi dan UKM sampai saat ini jumlah koperasi ada 206.000 primer koperasi dengan anggota sampai 36 juta dan tapi kontribusinya terhadap PDB hanya 2 persen. Ini pertanda bahwa selama ini kita telah salah dalam strategi membangun koperasi," katanya.

Tren di seluruh dunia, kata dia, koperasi jumlahnya semakin kecil, tapi penetrasi jumlah anggotanya semakin meningkat, begitu juga dengan jumlah volume bisnisnya.

Menurut dia, Kementerian Koperasi dan UKM harus segera melakukan koordinasi ke bawah agar indikator keberhasilan koperasi segera dapat dirombak.

"Bukan pada peningkatan jumlah koperasinya tapi jumlah anggota dan volume bisnis serta volume pendidikan pada anggota koperasinya," katanya.

Pendidikan yang perlu dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM itu baiknya adalah dalam skala strategis "training for trainer" serta penciptaan inovasi.

"Jangan melakukan pendidikan massal karena tidak tepat sasaran," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement