REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masih minimnya penerimaan pajak yang menaungi Indonesia membuat pemerintah Jokowi-JK akan menambah pegawai untuk berada di Direktorat Pajak. Namun hal ini dirasa masih kurang dalam mengatasi permasalahan tersebut. Jokowi diharap segera memisahkan Ditjen Pajak dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu) agar kinerja Ditjen Pajak lebih maksimal.
"Pertama dan paling penting, akan lebih mudah dalam pengawasan. Selain itu kinerja mereka lebih gampang diukur," ungkap pengamat antikorupsi Dahnil Azwar Simanjuntak, Ahad (11/1).
Dalam diskusi 'Jokowi melawan mafia pajak', Dahnil menjelaskan, saat ini terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan Ditjen pajak. Padahal orang yang mengurusi perpajakan negara amatlah minim. Maka dengan memisahkan Ditjen pajak menjadi sebuah lembaga atau kementrian tersendiri, pemasukan negara dari berbagai sektor pajak diyakini akan mampu terserap secara maksimal.
Sejauh ini, lanjut Dahnil, keberadaan Ditjen pajak dibawah Kemenkeu membuat pola kerja yang dilakukan mereka cukup sulit. Pasalnya dana yang mereka awasi akan masuk ke Kementrian Keuangan dimana nantinya dana itu akan dikeluarkan melalui Ditjen. Sisi inilah yang membuat uang dari pajak marak tersangkut dana illegal.
"Sekarang saja lebih banyak korupsi dari sisi belanja. Ketimbang yang pemasukan," kata dia.
Pria yang aktif di PP Muhammadiyah ini menilai Ditjen pajak belum bisa menyaring seluruh indinvidu maupaun perusahaan yang teregistrasi untuk membayar iuran wajib pajak. Di sisi individual saja, Ditjen pajak hanya bisa menyerap 23 juta dari 60 juta individu wajib pajak.
Lebih parah di sektor perusahaan, saat Ditjen pajak hanya mampu menyaring 550 ribu perusahaan dari total 20 juta perusahaan di seluruh Indonesia.