REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Insiden kebencian yang menargetkan Muslim di Eropa meningkat bulan lalu.
Observatorium Islamofobia Organisasi Kerjasama Islam (OIC) mencatat insiden di Perancis, Swedia dan Jerman tinggi secara statistik dan menyebabkan kekhawatiran serius karena menyebabkan kematian.
"Di Inggris jumlah perempuan Muslim yang dilaporkan mengalami kejahatan karena sentimen agama meningkat 10 persen. Penghinaan dan ancaman terhadap Muslim secara umum baik dua kali lipat, terutama melalui media sosial," ujar OIC dalam pernyataan yang dirilis di Jeddah, dilansir dari //Bernama//, Ahad (11/1).
Di Swedia, lima Muslim terluka dalam pembakaran yang menyasar masjid di kota Eskilstuna. Muslim di austria juga menerima perlakuan antiIslam, seperti penghinaan terhadap ulama, masjid atau sekolah diteror dengan kepala babi, vandalisme di masjid dan sejumlah serangan terhadap perempuan berjilbab.
Di Belanda masjid terus menjadi sasaran vandalisme. Di Jerman terdapat gerakan antiIslam. Namun, di AS Islamofobia menurun dibandingkan dua bulan lalu.
Observatorium Islamofobia menggarisbawahi negara lain, seperti Rusia, India dan Afrika Selatan cenderung menunjukkan perilaku yang ramah terhadap Islam dan Muslim secara umum.
"Ada pula kecenderungan yang melegakan di sejumlah negaara barat karena burqa dan hijab mulai menjadi bagian dari pakaian perempuan," kata OIC.
Organisasi tersebut mengatakan bulan lalu merupakan bulan yang sulit bagi Muslim, terutama mereka yang hidup sebagai minoritas. Insiden yang memicu sentimen antiMuslim, misalnya penyanderaan di Lindt Cafe, Sydney, serangan Taliban di sekolah milik militer di Peshawar dan penculikan 142 perempuan dan anak-anak oleh Boko Haram.