REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Politikus senior Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari memandang muyawarah nasional (munas) rekonsiliasi antarkedua kubu di Partai Golkar sulit untuk digelar tanpa ada kesungguhan memikirkan masa depan partai.
"Munas rekonsiliasi susah digelar, karena kedua kubu sama-sama tidak sungguh-sungguh mau islah. Keduanya tidak mau islah karena keduanya tidak sungguh-sungguh memikirkan masa depan dan nasib partainya, itu lah sesungguhnya yang terjadi," kata Hajriyanto di Jakarta, Senin.
Hajriyanto menekankan munas rekonsiliasi hanya bisa digelar jika beberapa kondisi terpenuhi, antara lain kedua kubu bersepakat islah, bersepakat menggelar munas rekonsiliasi, dan bersepakat membentuk kepanitian munas yang netral serta imparsial.
"Kepanitian seperti itu bisa merupakan kepanitiaan gabungan dari kedua kubu, dan bisa juga dari figur-figur netral yang selama ini tidak terlibat dalam konflik perpecahan," papar dia.
Terkait calon Ketua Umum Golkar dalam munas rekonsiliasi, menurut Hajriyanto, hal itu menjadi kewenangan sepenuhnya peserta munas, karena kedaulatan tertinggi partai ada di peserta munas.
Hajriyanto yang sejauh ini memilih tidak terlibat dalam kedua kubu yang berselisih di internal Golkar menegaskan bahwa kesepakatan antara kedua kubu adalah "qonditio sine qua non" atau prasyarat yang harus ada bagi munas rekonsiliasi.
Jika kedua kubu tidak sepakat, tidak relevan berbicara munas rekonsiliasi, termasuk membicarakan calon ketua umum dalam munas tersebut. "Walhasil, tidak ada manfaatnya bicara islah. Biarkan saja kedua kubu terus berjalan dan keduanya berkelahi terus sampai lelah," jelas dia.
Sejauh ini juru runding kedua kubu yang berselisih di internal Golkar telah melakukan dua kali perundingan.
Kedua kubu sepakat memosisikan Golkar sebagai mitra strategis, kritis dan konstruktif terhadap pemerintah, serta sepakat menjamin keberlangsungan pemerintahan yang sah selama lima tahun ke depan.